Latest News

Friday, 27 December 2013

Get Lost by Dini Novita Sari

[No. 324]
Judul : Get Lost
Penulis : Dini Novita Sari
Penerbit : Bhuana Sastra (Imprint  dari PT. BIP)
Cetakan : 2013
Tebal : 198 hlm
ISBN : 978-602-249-439-3

Novel Get Lost karya Dini Novita Sari ini mengisahkan tentang Lana Sagitaria,  seorang pegawai swasta yang dalam kesehariannya terjebak dalam ritme rutinitas kerja yang membosankan. Sebagai pengusir rasa jenuhnya Lana selalu menyempatkan diri melakukan perjalanan ke berbagai tempat, bertemu dengan orang-orang asing, memperhatikan situasi dimana dia berada yang membawanya pada pengalaman-pengalaman baru yang tentunya lebih indah dibanding terjebak dalam kursi kubikelnya sambil menatap layar komputer yang menampilkan file-file yang haru dikerjakannya.

"Aku senang merasakan atmosfer baru, senang mendengarkan percakapan orang-orang setempat dengan bahasa yang tak jamak kudengar dan logat yang walau di awal terasa aneh, tetapi akhirnya menjadi terbiasa layaknya nyanyian nan merdu. Aku senang memperhatikan sekelilingku."

Pengalaman Lana dalam melakukan berbagai perjalanan inilah yang dikisahkan penulis dalam novel perdananya ini. Ada 4 tempat yang Lana singgahi yaitu Bali, Singapura, Korea Selatan, dan Surabaya-Bromo, masing-masing tempat memiliki kisahnya sendiri yang menarik untuk disimak. Dari keempat kisah perjalannya ini, kenangannya akan Dharma, seorang pria yang Lana sayangi yang tiba-tiba saja menghilang dari kehidupannya menjadi benang merah yang membuat novel ini juga memiliki sisi romantisme

Dalam perjalanannya ke Bali dikisahkan Lana membiarkan dirinya berangkat tanpa persiapan yang mendetail. Salah satu yang telah direncanakannya hanyalah tanggal keberangkatan berdasarkan tiket yang pesawat yang telah ia pesan sebelumnya. Sedangkan tempat menginap, susuanan perjalanan, dll sama sekali tidak ia persiapkan karena ia ingin menantang dirinya sendiri yang selama ini serba terencana dan sering mengkhawatirkan hal-hal detail selama liburan.  Intinya di perjalanannya kali ini Lana siap tersesat di tempat-tempat yang akan ia kunjungi.

Apa yang ia temui di Bali dengan perjalanan tanpa rencananya itu ternyata berbuahkan pengalaman-pengalaman yang tidak terduga dan menuntunnya untuk bertemu dengan orang-orang yang akan menngispirasi dirinya lewat percakapan-percakapan filosofis tentang kehidupan.

Lewat tuturan seorang teman yang baru dikenalnya, Lana mendapat pencerahan tentang kenangan akan masa lalunya yaiut kenangannya akan Dharma yang tiba-tiba saja menghilang dari kehidupannya.

"Tidak selamanya kenangan buruk itu hadir  untuk menyakiti koq. Lan.Kadang itu ada untuk mengingatkan kita bahwa proses hidup itu sungguh nyata. Lo nggak perlu susah payah menyingkirkannya, sering kali yang kita butuhkan hanyalah iklhas" (hlm 34)

Sedangkan dari  perkenalannya dengan seorang bapak yang menyediakan tempat baginya untuk menginap di Ubud Lana mendapat mencerahan akan  pencarian jawaban dan tujuan hidup manusia.

"Manusia memang ditadirkan untuk mencari jawaban. Selalu ada pertanyaan yang menggelisahkan mereka. Yang tak kita ketahui, seringnya jawaban itu sudah tersedia di hadapan kita, tapi kita saja yang terlalu jauh mencarinya, hingga seolah tak tampak"  
(hlm 36)
 
"Tapi bapak  selalu bertanya, adakah tujuan hidup yang diberikan Tuhan kepada bapak sudah bapak capai? Pertanyaan itu yang lantas memacu semangat hidup bapak setiap hari, untuk menjadikan hari demi hari bapak berguna bagi diri sendiri dan juga orang lain, sehingga pertanyaan tentang tujuan hidup itu akan terjawab dengan sempurna secara perlahan-lahan"  
(hlm 42)

Di perjalanannya yang kedua, Lana kini tersesat di Singapura. Dalam perjalanannya kali ini Lana kehilangan kertas tempat ia mencatat nama dan alamat apatemen milik kawan lamanya. Beruntung ia bertemu dan berkenalan dengan Paul, pemuda bule yang mengajaknya menginap di sebuah tempat bersama-sama kelompok turis lainnya. Paul ternyata memiliki kesamaan nasib dengan Lana yang ditinggal secara tiba-tiba oleh kekasihnya. Hal ini membuat mereka menjadi semakin akrab. Melalui persahabatannya dengan Paul  di Singapura, Lana belajar bahwa cinta sejati sepasang anak manusia akan pada akhirnya berlabuh di sebuah tempat walau harus melalui jalan yang panjang dan berliku.

Jika di Singapura Lana berusaha membantu Paul menemukan kekasihnya yang hilang , maka di Seoul, Korea Lana membantu Kang Soo Jung, seorang kenalan sahabatnya dimana Lana menginap selama di Korea untuk mencari hanbok (pakaian tradisional Korea) warisan nenek buyutnya yang hilang dicuri mantan kekasih Jung. Mereka berdua bersama-sama menjelajah Busan demi menemukan hanbok tersebut.



Berbeda dengan pernjalanannya ke Bali, Singapura, yang memang diniatkan Lana untuk mengusir kejenuhannya dan kepergiannya ke Korea karena memenangkan tiket gratis dari sebuah quiz di internet, perjalanan berikutnya ke Surabaya  dan Bromo dikarenakan sebuah telpon dari seseorang yang bernama Kresna yang mengaku memiliki pesan yang dititipkan Dharma kepadanya dan pesan itu harus disampaikan secara langsung kepada Lana. Dengan perasaan yang tak menentu Lana ditemani teman dekatnya, berangkat ke Surabaya lalu ke Bromo untuk menerima pesan dari kekasihnya. Di bagian ini juga melalui kisah Dharma kita akan diajak mengunjungi Tibet yang karena ketinggiannya berada di sekitar 4.500 meter di atas permukaan laut, membuat Tibet menyandang gelar sebagai atap dunia.

 Satu hal yang menarik di bagian ini adalah ketika Dharma bercerita tentang desa di bukit Xishan, China yang dihuni oleh sekitar 100 orang bertubuh kerdil.



"Di sana ada sebuah desa yang bernama Dwarf Empire. Memasuki desa ini kami merasa bahwa diri kami adalah serupa raksaksa, kenapa? Karena segala sesuatu di desa ini bentuknya mini, kecil. Desa ini dihuni sekitar 100 orang bertubuh kerdil. Dan segala sesuatu yang ada di desa ini pun menyesuaikan dengan bentuk tubuh mereka. Rumah sampai fasilitas-fasilitas yang ada berukuran mini. Lalu, dalam dua hari sekali mereka membuat pertunjukan semacam karnaval untuk menarik para wisatawan... Aku senang melihat bentuk kepercayaan diri mereka, dan juga cara bergaul mereka dengan para wisatawan" 
 (hlm 174-175)

Keempat kisah diatas tersaji secara menarik, sebagai sebuah novel fiksi perjalanan penulis tidak hanya menyuguhkan deksripsi  tentang lokasi, makanan, penduduk, dari masing-masing tempat yang disinggahi tokohnya melainkan mencoba menghidupkan kisahnya dengan sisi petualangan Lana lengkap dengan sisi romantisme kenangan dan pencariannya akan Dharma, kekasihnya.yang hilang.

Selain itu di setiap kisahnya juga penulis memberi muatan-muatan perenungan filosofis terlebih di perjalanan Lana ke Bali sehingga pembaca akan mendapat 'sesuatu' dari membaca novel ini. Dalam buku ini juga penulis mengungkap dan mempertanyakan perlakuan diskriminasi yang dilakukan orang Bali terhadap turis lokal dimana turis asing lebih dihargai dan diutamakan pelayanannya dibanding turis lokal.

"Jadi masih sebegitu superiorkah warga negara asing di mata penduduk Indonesia sendiri? Bukankah seharusnya saudara sendiri lebih diutamakan daripada orang asing?"   
(hlm 15)

Yang agak disayangkan dari novel ini adalah ada banyak faktor keberuntungan dan kebetulan dalam petualangan Lana seperti misalnya keberuntungan Lana memenangkan kuiz di twitter yang akan membawanya ke Korea

"Iya, seingatku sih waktu itu iseng-iseng aja jawab pertanyaan dari akun @AwesomeKorea. Udah dua bulan lalu, bo dan aku aja udah lupa! Tahu-tahu muncul pengumuman ini satu jam yang lalu..." (hlm 91)

"..aku berhak atas atas hadiah tiket pesawat pulang pergi ke Seoul menggunakan maskapai berlayanan penuh! Lebih hebatnya lagi, aku juga diberi uang saku sejumlah lima juta rupiah untuk lima hari berada di Korea Selatan"   
(hlm 92)

Betapa beruntungnya Lana yang hanya bermodalkan iseng-iseng saja akhirnya ia bisa berangkat ke Korea. Apakah memang ada quiz yang hanya menjawab pertanyaan lalu mendapat hadiah sebesar itu?

Lalu ada pula faktor kebetulan yang menunguntungkan lainnya seperti bertemunya tokoh-tokoh yang memang sedang dicari saat itu secara kebetulan (agar tidak menjadi spoiler saya sengaja tidak menyertakan contoh2nya).  Faktor kebetulan dalam sebuah novel memang tidak salah dan sangat mungkin dialami kita semua di dunia nyata , namun jika dalam sebuah novel kita menemukan beberapa kali faktor kebetulan tentunya  hal itu membuat kisah atau konflik yang sudah dibangun menjadi kurang 'greget' penyelesaiannya.

Kemudian ada hal yang menurut saya kurang bisa diterima yaitu tentang Dharma yang mencoba mendaki pegunungan Himalaya. Di sepanjang kisahnya tidak dikisahkan bahwa Dharma adalah juga seorang pendaki gunung, lalu ketika ia sampai di Tibet tiba-tiba saja ia memiliki keinginan untuk menaklukkan puncak Everest, puncak tertinggi di dunia dan mencobanya.

Mendaki puncak  Everest, puncak tertinggi di dunia dengan ketinggian 6.199 meter di atas permuakaan laut tentu saja berbeda dengan mendaki gunung-gunung lainnya,dibutuhkan persiapan yang matang baik dari segi fisik, mental,  maupun peralatan. Di sini penulis tidak menyinggung hal tersebut sama sekali sehingga apa yang dilakukan Dharma yang bukan seorang pendaki gunung menjadi seolah tidak masuk akal.

Kesalahan kecil juga terdapat dalam novel ini, yaitu soal penyebutan Jacky Chan sebagai artis yang bisa ditemui di Taiwan.

"Ke Taiwan," jawab Alvin sambil menoleh dari jok ke depan. "Dia mau ketemu Jacky Chan, Lan, mau berguru kungfu..."   
(hlm 28)

Seperti yang kita ketahui,  Jacky Chan itu bukan artis Taiwan, melainkan artis Hongkong.

Satu hal lagi adalah tentang hanbok (pakaian tradisional Korea) yang muncul dalam perjalanan Lana ke Seoul. Alangkah baiknya jika penulis mengeksplorasi lebih dalam tentang hanbok ini, pastinya ada sesuatu yang bisa kita ambil dari pakaian tradisional  Korea ini lebih dari sekedar baju tradisional yang diwariskan secara turun temurun oleh nenek buyut Jung.

Terlepas dari kekurangannya novel ini patut diapresiasi dengan baik karena novel ini  tidak hanya  menghibur pembacanya saja melalui petualangan Lana yang tersesat di berbagai tempat. Seperti judulnya Get Lost, novel ini menantang pembacanya untuk keluar dari rutinitas, melakukan perjalanan seorang diri tanpa persiapan matang, membiarkan diri tersesat untuk dituntun oleh semesta untuk mendapat  pengalaman hidup yang barui dalam setiap perjalanan, terbuka menerima kehadiran orang-orang asing yang masuk dalam kehidupan kita sambil belajar dan berkaca akan diri.

Dan seperti apa yang dialami Lana, dalam ketersesatan di tempat-tempat yang asing bukan tidak mungkin kita akan menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan tentang kehidupan yang selama ini terpendam dalam lubuk hati kita masing-masing.

Berani mencoba?  

@htanzil

Sunday, 22 December 2013

47 Ronin


Kisah 47 Ronin adalah peristiwa yang betul-betul terjadi di Jepang pada tahun 1703. Kisah yang memiliki banyak versi ini telah berulangkali diadaptasi dalam bentuk novel, drama, dan film.  Saat ini kisah kepahlawanan para Ronin ini kini kembali hadir di tengah-tengah kita lewat film hollywood yang dibintangi Keanu Reeves dengan judu 47 Ronin.

Kisah 47 Ronin sendiri pernah ditulis dalam bentuk novel oleh John Allyn yang terbit pada tahun 1970 dan telah diterjemahkan oleh penerbit Matahati pada 2007 yang lalu. Seperti apa kisah dalam novelnya? silahkan baca reviewnya di sini 

@htanzil





Monday, 16 December 2013

Inferno by Dan brown

[No. 323]
Judul : Inferno
Penulis : Dan Brown
Penerjemah : Inggrid Djiwani Dumpeno & Berliani M Nugrahani
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : I, September 2013
Tebal : 644 hlm

Setiap kelahiran seorang bayi biasanya membawa kebahagiaan baik bagi kedua orang tuanya maupun bagi kita yang melihatnya. Namun dibalik kebahagiaan itu ada sebuah ancaman bagi masa depan umat manusia. Mengapa? karena setiap kelahiran yang terjadi di dunia ini tidak disertai dengan bertambahnya tempat manusia berpijak. Jumlah manusia terus bertambah, kemajuan teknologi membuat angka harapan hidup manusia semakin panjang sedangkan luas bumi tidak pernah bertambah sehingga bahaya ledakan penduduk atau overpopulasi menjadi ancaman serius di masa yang akan datang.

Jadi apa yang bisa dilakukan? pembatasan kelahiran bisa saja dilakukan namun itu hanya memperlambat percepatan pertumbuhan penduduk dunia sehingga ledakan penduduk tetap tak terhindarkan, lalu kemana manusia akan mencari tempat? akankah seperti dalam buku-buku dan film fiksi ilmiah dimana manusia mencoba mencari tempat yang bisa didiami di luar angkasa raya sana?

Bencana global akibat ledakan penduduk  itulah yang menjadi  tema utama dalam novel ke-4 Dan Brown ini.  Kali ini Dan Brown menghidupkan seorang sosok antagonis, seorang ilmuwan, doktor ahli rekayasa genetika bernama Dr Zobrist yang sangat peduli akan masa depan kehidupan di bumi jika pertumbuhan penduduk menjadi tidak terkendali.

Umat manusia, jika tidak terkendali berfungsi seperti wabah, seperti kanker... jumlah kita meningkat  pada setiap generasi sehingga kenyamanan duniawi yang pernah menyehatkan hidup dan persaudaraan kita menyusut sampai habis..mengungkapkan monster-monster di dalam diri kita...yang bertempur hingga mati untuk memberi makan keturunan kita (hlm 205)

Apa yang dikhawatirkan  Zobrist memang masuk akal dan menjadi kekhawatiran ilmuwan dunia juga. Zobrist memiliki solusinya hanya saja solusi yang ditawarkannya adalah solusi ekstrim sehingga tak seorangpun ilmuwan dunia  hingga organisasi kesehatan dunia WHO mendukungnya. Walau solusinya  ditolak Zobrist tetap melaksanakan misi penyelamatan dunianya seorang diri, karenanya ia menjadi orang yang paling dicari oleh WHO karena diduga ia akan menyebarkan virus mematikan yang akan menyebabkan kematian kematian masal penduduk dunia seperti yang pernah terjadi di Eropa dimana virus yang dikenal dengan Wabah Hitam telah merengut nyawa sepertiga penduduk Eropa pada tahun 1347-1351

Dalam melaksanakan misinya Zobrist yang sangat terobsesi pada puisi epik Divine Comedy karya Dante Alighieri (1265-1321) memberikan beberapa petunjuk dimana ia menyimpan ciptaan genetisnya berdasarkan bait-bait puisi dan lukisan-lukisan bersejarah yang terkait dengan Inferno yang merupakan salah satu bab dalam Devine Comedy-nya Dante. Zorbrist percaya bahwa Dante melalui karyanya mengajarkan bahwa

"Jalan menuju surga melewati neraka" (hlm 196), 

artinya Zorbrist  menghendaki sebuah 'bencana' agar bumi terselamatkan  dari kehancuran akibat ledakan penduduk.

Map of Hell by Sandro Botticelli 

Robert Langdon yang hanya berbekalkan sebuah stempel kuno yang bisa memproyeksikan lukisan Map of Hell (Peta Neraka) karya Botticelli (1445-1510) berdasakan Inferno-nya Dante yang telah dimodifikasi zoorbrist sehingga menjadi sebuah lukisan yang berisi kode-kode  rahasia yang merupakan petunjuk dimana Zorbrist meletakkan ciptaan genetisnya yang akan dilepaskannya dikeesokan harinya.

Sayangnya keteika penelitian atas kode-kode itu dilakukan, sebuah peristiwa membuat Robert Langdon kehilangan ingatan jangka pendeknya .Apa yang telah ditelitinya lewat stempel kuno berproyeksi tersebut hilang begitu saja dan Langdon harus memulainya dari awal lagi.

Novel ini diawali saat Robert Langdon terbangun dari pingsannya di rumah sakit. Ia syok saat mendapati dirinya ada di Florence Italia. Padahal ingatan terakhirnya adalah saat ia berjalan pulang setelah memberi kuliah di Harvard.

Belum sempat Langdon memahami apa yang terjadi, tiba-tiba dokter yang merawatnya ditembak mati di depan matanya dan Langdon menjadi incaran si penembak. Siena Brooks salah satu dokter lain yang merawatnya membantunya melarikan diri. Dalam pelariannya bersama Sienna Brooks Landon menyadari bahwa ia harus berpacu melawan waktu memecahkan teka-teki yang berkelindanan dalam puisi-puisi Inferno Dante Alieghieri sebelum ciptaan genetis yang disembunyikan Zobrist terlepas dan mengancam kehidupan umat manusia.

Seperti di novel-novel sebelumnya kali inipun Dan Brown menyuguhkan sebuah kisah seru bagaimana Robert Langdon berupaya memecahkan kode-kode tersembunyi dalam balutan fakta sejarah dan seni.  Dalam novelnya kali inipun selain menikmati ketegangan kisahnya pembaca juga diajak menelusuri sejarah seni Eropa di masa Renaissance, bangunan-bangunan bersejarah yang indah terkait dengan kehidupan Dante mulai dari Florence Italia hingga Istanbul Turki dengan keindahan Hagai Sophia-nya yang semuanya itu sesuai dengan fakta dan diseskrpsikan dengan baik sehingga jika novel ini difilmkan para sineas tidak akan menemui banyak kesulitan untuk menentukan setting tempat dari tiap adegannya.

Selain itu karena Inferno karya Dante menjadi bagian penting dalam buku ini, maka kali ini Dan Brown yang diwaliki Robert Langdon memberikan kuliah tentang Dante Alighieri dan mahaya karyanya Divine Comedy, sejarah kehidupan Dante, isi Divine Comedy serta karya  lukis yang terinspirasi oleh karya Dante yaitu Map of Hell.  Dengan demikian dengan membaca bagian ini kita akan mendapat gambaran besar mengenai Dante dan Divine Comedy. Kutipan bagian kuliah Langdon tentang Dante bisa dibaca di sini.



Dante's Divine Comedy, 1457 manuscript property of Harvard University
Photo taken from @librantiguo


Detailnya penulis mendeskripsikan riwayat Divine Comedy, kehidupan Dante, sejarah seni, lukisan-lukisan para meastro dunia, bangunan bersejarah di Florence Italia hingga Hagai Sophia  di Istanbul Turki dan dialog antara Zorbrist dengan ketua WHO tentang populasi dunia beserta data statistiknya yang riil  membuat novel ini bukan hanya sekedar novel thriller biasa  melainkan novel thriller yang dapat memperkaya wawasan pembacanya.

Bagi pembaca yang menyenangi sejarah, seni, sastra, dan mereka yang peduli akan ancaman populasi dunia tentunya hal ini menjadi sesuatu yang menggairahkan namun bagi mereka yang tidak begitu menyukainya tentunya hal ini akan dianggap sebagai novel thriller 'cerewet' yang mengganggu keasyikan membaca alur kisahnya

Namun sebetulnya muatan-muatan pengetahuan  tersebut bagi saya tidaklah terlalu menganggu karena Dan Brown menyuguhkan kisahnya ke dalam bab demi bab yang tidak terlalu panjang dengan alur plot yang cepat. Kualitas terjemahan yang baik juga turut membuat saya dapat menikmati novel ini tanpa gangguan yang berarti.

Dan seperti biasa Dan Brown juga  dan mengakhiri setiap bab-nya dengan menggantung sehingga merangsang pembacanya untuk terus menerus membaca hingga tuntas. Kejutan demi kejutan juga akan kita temui di novel ini.  Dari halaman pertama Dan Brown menggiring kita pada satu kesimpulan tertentu namun ternyata apa yang kita simpulankan tiba-tiba hancur berantakan karena ternyata banyak hal yang ternyata berbeda dengan apa yang telah kita simpulkan. :)

Satu hal yang juga menarik adalah bagaimana Dan Brown kali ini membuat Robert Langdon menderita amnesia yang menghapus ingatan jangka pendeknya. Jika biasanya Langdon yang begitu percaya diri maka di petualangannya kali ini Langdon menjadi pribadi yang bimbang yang tidak mengerti apa yang sesungguhnya sedang terjadi dan siapa yang mengejar-ngejarnya?. Tentu saja hal ini menjadi menambah seru petualangan sang pakar simbolog kali ini.

Selain mendapat banyak pujian, novel ini juga tak luput dari kritik, ada yang mengkritik bahwa tidak ada yang baru dalam Inferno, Brown masih menggunakan formula yang sama dengan novel-novel terdahulunya. Dalam hal obyek pemecahan kode yang dilakukan Langdon, Brown hanya menganti obyeknya saja dari Leonardo da Vinci dalam Da Vinci Code menjadi Dante Aleghiari dalam Inferno.

Memang ada benarnya kritikan tersebut, namun terlepas dari itu saya sangat terhibur membaca Inferno, dan yang penting selain terhibur saya juga jadi banyak mendapat pengetahuan baru dalam hal sejarah seni Renaissance, mahakarya Dante Alighieri yaitu Divine Comedy khususnya bagian Inferno dan tentang ancaman ledakan pertumbuhan manusia di masa yang akan datang.

Khusus tentang ancaman ledakan penduduk dunia, melalui novel ini Dan Brown  mengajak kita semua untuk bersama-sama peduli akan masa depan bumi ini. Apa yang dilakukan Zorbrist untuk menyelamatkan dunia memang sangat tidak populer dan mengerikan. Namun setidaknya Zorbrist telah memiliki solusi, bagaimana dengan ilmuwan dunia kita saat ini? sudahkah mereka memiliki solusi untuk mencegah ledakan pertumbuhan dunia? Novel ini setidaknya membangun kesadaran kita semua termasuk para ilmuwan dunia untuk waspada dan mengantisipasi bagaimana seandainya bumi yang kita pijak beserta sumber daya alamnya ini tak lagi mampu menampung jumlah penghuninya.

@htanzil

Wednesday, 4 December 2013

Buat yang tertarik dengan buku ini dan ingin melihat apa saja yang dibahas di buku Mengislamkan Jawa by M.C. Ricklefs, 
silahkan lihat daftar isinya di :



@htanzil

Thursday, 14 November 2013

History Reading Challenge 2014 � A Sail to the Past


Reading Challenge (RC) ini digagas oleh Fanda, blogger buku yang rajin dan semakin kreatif mengelola blog bukunya. Biasanya saya tidak pernah tertarik mengikuti RC yang diadakan teman-teman BBI (Blogger Buku Indonesia) namun kali ini karena Challenge-nya berupa membaca dan mereview buku-buku sejarah maka saya jadi tertantang untuk mengikutinya.

Saya memang pembaca buku-buku sejarah, namun saya jarang sekali mereview buku-buku sejarah,mengapa?  Karena biasanya saya tidak pernah membaca buku sejarah hingga tamat melainkan membaca sesuai kebutuhan (bab-bab tertentu saja). Sedangkan komitmen saya, saya hanya akan mereview buku yang benar-benar sudah saya tamatkan dari lembar pertama hingga lembar terakhir.

Karenanya ketika Fanda mengadakan Reading Challenge ini maka saya jadi tertantang untuk mengikutinya, membaca buku sejarah hingga tuntas dan mereviewnya. Berapa banyak buku sejarah yang akan saya baca di tahun 2014 nanti?, karena di History RC 2014 ada levelnya  yaitu 


Student : read 1 to 3 books
Scholar : read 4 to 6 books
Historian : read 7 or more books

maka saya memilih yang level 'scholar' saja dimana saya harus membaca paling sedikit 4 buah buku sejarah. Semoga terpenuhi, dan semoga juga saya bisa membaca lebih banyak lagi . :)

Berikut 4 buku sejarah yang akan saya baca di History RC 2014


2. Hiroshima - Ketika Bom Dijatuhkan by John Hesley, Komunitas Bambu, 2008
3. Percintaan Bung Karno dengan anak SMA, Kadjat Adrai, Komunitas Bambu 2010
4. Kekerasan Budaya Pasca 1965 by Wijaya Herlambang, Marjin Kiri 2013

Demikian tentang tekad saya untuk bisa menuntaskan membaca dan mereview buku- buku sejarah melalui History Reading Chalange 2014.

Tertarik mengikutinya? silahkan baca syarat dan ketentuannya di blog buku Fanda Classiclit.

@htanzil

Sunday, 10 November 2013

Kamus Isme-isme by Yapi Tambayong

[No. 322]
Judul : Kamus Isme-isme
Penulis : Yapi Tambayong
Penerbit : Nuansa Cendekia
Cetakan : I, Juli 2013
Tebal :  368 hlm

Dari berbagai pemberitaan baik itu di koran-koran , news online, tv, radio, dll  kita pasti sering membaca atau mendengar digunakannya istilah isme-isme seperti eksistensialisme, plagiarisme, fundamentalisme, hedonisme, dll.  Diantara isme-isme yang kita dengar tentunya ada yang kita mengerti namun ada juga yang mungkin tidak atau kurang kita pahami apa artinya sehingga kadang kita hanya menebak-nebak saja berdasarkan konteks pemberitaannya.

Berbagai istilah isme yang sering kita dengar dan baca ini sesungguhnya bukan hanya sekedar istilah yang digunakan hanya untuk menunjukkan sisi intelektual pengucap/penulisnya semata melainkan ada makna yang harus kita ketahui karena sadar tidak sadar, mau tidak mau, kehidupan kita dipengaruhi oleh berbagai isme-isme yang muncul sejak puluhan tahun yang lampau hingga isme terbaru yang terbentuk oleh sebuah gerakan atau pemikiran orang-orang yang berpengaruh di berbagai bidang ilmu (filsafat, ekonomi, politik, budaya, dll).

Buku Kamus Isme-isme karya seniman serba bisa Yapi Tambayong, atau lebih dikenal dengan nama Remy Sylado ini mencoba  menjelaskan beragam isme yang ada di dunia termasuk di Indonesia. Sesuai dengan namanya buku ini merupakan kamus yang mendefiniskan isme-isme dari bidang filsafat, teologi, seni, sosial, musik, politik, hukum, psikologi, biologi, dan medis yang disusun secara alfabetikal A - Z dimulai dari lema Abeeisme hingga Zwinglianisme yang jika dijumlahkan maka terdapat hampir 1000 isme, tepatnya 953 isme yang dijelaskan dalam buku ini

Tidak seperti kamus-kamus pada umumnya yang mungkin hanya berisi satu atau dua kalimat penjelasan seperlunya namun dalam buku ini setiap lema 'isme' yang ada diberi penjelasan yang cukup mendetail dan ensiklopedis yang tertuang dalam kalimat-kalimat sederhana yang enak dibaca serta diselipi  keterangan tambahan  yang menarik sehingga buku ini tidak hanya dapat dimengeri oleh para kaum terdidik (guru, dosen, ilmuwan, penulis, dll) namun pembaca awam sekalipun akan benar-benar memahami arti,sejarah terbentuknya, pengaruhnya, dari setiap isme yang dibahas dalam buku ini


Selain isme-isme yang mendunia, buku ini juga menyertakan isme-isme lokal yang tumbuh dan terbentuk dari para pemikir, peristiwa, kebiasaan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia baik yang sering kita dengar maupun yang mungkin sudah jarang kita dengar selama ini, misalnya Abesisme/ ABS-isme (Asal Bapak Senang), Ndoroisme yang berarti sikap mempertuan diri , Asbunisme istilah khas Indonesia untuk menyebut omongan ngawur seseorang yang berasal dari kata 'asbun' (asal bunyi), dll.

Jika melihat dari sisi tempat terbentuknya beberapa isme di Indoensia maka Bandung termasuk kota yang paling banyak melahirkan isme-isme. Dibanding kota-kota lain di Indonesia, Bandung menyumbangkan 9 isme yaitu  Gronisme, Gongliisme, Glagolisme, Cuapisme, Bondonisme, Bandungsentrisme, Marhaenisme, Mbelingisme, Tigajurusisme  yang semuanya dijelaskan secara deskriptif mengenai asal muasalnya serta pengaruh isme tersebut di berbagai segi kehidupan.

Dalam menjelaskan isme-isme, khususnya isme yang berasal dari Indonesia penulis juga  membeberkan beberapa fakta menarik dan unik yang terkait dengan isme tersebut, misalnya pada entri Orientalisme, terdapat keterangan tentang kalimat bahasa Indonesia pertama yang muncul di buku terbitan Jerman, 1666 berjudul Die Gesantschaft der Ost-Indischen Geseleschaft in den Vereignigten Niderlaendern an de Tatarischen Cham karya Johan Neuhoff, adalah

"O, setyang orang Ollanda de bakkalay samma tay" (Setan ini orang Belanda dia berkelahi dengan tai). Ceritanya, ketika tentara Belanda di benteng itu kehabisan mesiu, seorang sersan bernama Hans Madelijn mendapat ide gila, menciduk sebanyaknya tai dari cubluk, lantas menyiramkannya ke tentara-tentara Sultan Agung yang sedang memanjat benteng. Dari sejarah itu maka daerah itu pun kemudian disebut "Kota Tai", sekarang hanya dikenal sebagai "Kota" , daerah sekitar Pinangsia dan stasion keretaapi. (hlm 207)

Selain menarik, unik, ada juga hal-hal yang membuat kita tersenyum antara lain saat menjelaskan tentang Militerisme  penulis mengungkapkan kelakaran Jenderal AM. Hendroprijono bahwa  kita bisa mengetahui dari angkatan mana ABRI yang duduk dalam pemerintahan sipil dilihat dari caranya mengucapkan "terimakasih"

Seorang dari latar Angkatan Darat mengucapkan "terimakasih sebesar-besarnya" (karena AD meminta porsi yang besar dalam kekuasaan); Angkatan Laut mengucapkan, " terimakasih sedalam-dalamnya" (karena AL mengerti betul dalamnya laut); Angkatan Udara mengucapkan, "terimakasih setinggi-tingginya" (karena AU bisa terbang tinggi di angkasa. ; dan Angkatan Kepolisian mengucapkan "terimakasih sebanyak-banyaknya" (karena AK tidak mau dikasih sedikit uang kalau rakyat melakukan kesalahan lalu-lintas). (hlm 161)

Dalam menjelaskan tentang isme-isme penulis juga kadang melakukan kritik atau menyampaikan unek-uneknya seperti ketika menjelaskan arti Neo-imperialisme, di bagian ini penulis mengkritik politik kebudayaan Indonesia sebagai bentuk teoritis  neo-imperialisme dengan taraf malu-malu kucing dan mandul, dikatakan bahwa

Misi kebudayaan Indonesia hanya diukur dengan mengirim ke luar negeri kelompok-kelompok tarian daerah. Indonesia tidak mau belajar dari luar. Kalau kebudayaan hanya diukur melalui seni pertunjukkan, boleh lihat Korea misalnya. Dengan bentuk K-Pop, Korea menjual produk kebudayaannya dan berhasil mendunia, 'mengalahkan' Amerika. ( hlm 181)

Selain penjelasan yang informatif dan deskriptif  beserta tambahan keterangan yang menarik buku ini dihiasi pula oleh ratusan foto pendukung yang terdapat di setiap lembar halamannya. Sebuah ide yang sangat baik  karena selain dapat memperjelas setiap isme  yang didefiniskan, adanya foto-foto juga membuat pembaca tidak jenuh untuk membaca dan menyelusuri setiap isme yang ada di buku ini. Selain itu foto-foto dalam buku ini juga membuat buku ini terkesan  lebih populer karena sebutan kata 'kamus' biasanya berkonotasi sebagai sebuah buku yang 'kering' dan membosankan
 
Sebagai sebuah buku yang membahas atau mendefiniskan  isme-isme sebenarnya buku ini bukan sesuatu yang baru, pada tahun 1997 terbit sebuah buku berjudul Isme-Isme dalam Etika dari A sampai Z yang disusun oleh A. Mangunhardjana.
Namun dari jumlah isme yang dijabarkan buku tersebut kalah jauh dari buku ini karena hanya menjelaskan 64 isme, dan itupun hanya dalam bidang etika, sedangkan isme-isme dalam buku karya Yapi Tambayong mencakup bidang-bidang lainnya seperti teologi, seni, hukum, poliik, biologi, dan ditambah dengan keterangan-keterangan menarik di seputar isme-isme yang dibahasnya. Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa dengan membaca buku  ini  kita akan mendapatkan kekayaan pengetahuan yang beragam terkait isme-isme yang dijabarkan di buku ini

Selain itu Faiz Manshur, redaktur Nuansa Cendekia (penerbit buku ini) berpendapat bahwa memahami isme itu tidak hanya perlu melainkan penting,

"Memahami isme itu tidak hanya perlu, melainkan penting. Hal ini karena pengertian isme dalam konteks ajaran/paham/kepercayaan/ideologi dan pengertian isme dalam wilayah terminologi tumbuh berkembang secara dinamis dari masa ke masa di setiap golongan masyarakat.

Di tengah keberagaman isme yang ada perlulah kita memiliki cara pandang bijaksana, dan kebijaksanaan yang terpenting ialah kesanggupan kita untuk belajar memahami secara mendalam, objektif, dan disertai sikap kritis. Dengan menyempatkan membaca buku inilah kita sedang bersikap bijaksana."

@htanzil

Monday, 28 October 2013

Tapak Tilas by Eric Heuvel & Ruud van der Rol

[No. 321]
Judul : Tapak Tilas
Judul Asli : De Terugkeer
Penulis : Eric Heuvel & Rud van der rol
Penerjemah : Laurens Sipahelut
Penerbit : Pionir Books
Cetakan : I, Mei 2012
Tebal : 64 hlm ; 21x28 cm

Tapak Tilas adalah novel grafis/komik berlatar belakang sejarah Indonesia tahun 1930-1950 yang dibuat oleh penulis dan ilustrator Belanda, Eric Heuvel &  Ruud van der Rol. Tapak Tilas menceritakan kerinduan Bas (81 tahun), seorang Belanda totok, anak pemilik perkebunan teh di pegunungan antara Buitenzorg (Bogor) dan Bandung.

Bas  lahir dan melewatkan masa kecil hingga dewasanya di Hindia (Indonesia). Seperti banyak orang Belanda yang lahir di Hindia dan meninggalkan tanah kelahirannya setelah Indonesia merdeka, Bas juga memiliki kerinduan yang sangat mendalam terhadap tempat dimana ia dilahirkan. Hal tersebut ditambah lagi dengan kisah cinta yang tak sampai antara Bas dengan seorang gadis pribumi yang terpaksa ia tinggalkan karena perang telah memisahkan hubungan mereka.

Kisah dalam komik  ini diawali ketika Bas menemukan sepucuk surat dari Soerati, kekasihnya yang ditulis puluhan tahun yang lampau. Setelah membaca surat yang baru pertama kalinya ia baca itu timbullah keinginan Bas untuk  menapak tilasi kehidupan masa lalunya di Indonesia sambil berharap ia bisa bertemu Soerati kekasihnya. Akhirnya Baz bersama Maurena (24 thn), kemenakannya berangkat ke Indonesia. Dalam pesawat terbang tujuan Jakarta Baz menuturkan  riwayat hidupnya kepada Maurena.

Lewat tuturan Bas kepada kemenakannya inilah kisah dalam novel grafis  ini mengalir, mulai dari masa kanak-kanak Bas, pendudukan Jepang, kemerdekaan Indonesia, serta kisah asmaranya bersama Soerati, gadis pribumi  yang mencuri hatinya ketika Bas memperkuat tentara Belanda melawan pejuang kemerdekaan Indonesia.  Selama dalam perjalanannya itu juga  Bas menyadari bahwa peluang dirinya untuk bertemu dengan Soerati adalah sangat kecil. Akan tetapi, di Indonesia Bas mendapat kejutan yang tak pernah ia pikirkan selama ini.

Membaca komik  ini selayaknya membaca kisah penggalan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia yang dibagi menjadi lima periode yaitu :

- Masa Penjajahan Belanda  (1602-1942)
- Masa Pedudukan Jepang ( Maret 1942 - Agustus 1945)
- Perjuangan Kemerdekaan Indonesia : Masa Bersiap (September  1945 - Maret 1946)
- Perjuangan Kemerdean Indonesia : Aksi Polisional (1947-1949)
- Repatriasi ke Belanda (setelah 1949)

Namun  karena sejarah dalam komik ini dibalut dalam kisah personal tokoh yang bernama Bas berdasarkan pengalaman nyata yang dialami orang-orang Belanda pada masa itu lengkap dengan penggambaran situasi sosial dan sisi-sisi kemanusiaannya maka latar belakang sejarah dalam buku  ini terasa mengasyikan

Salah satu yang terungkap adalah bagaimana orang-orang Belanda di penghujung pemerintahannya begitu percaya diri bahwa mereka akan terus berada di Hindia hingga 300 tahun kemudian.



Situasi perang pasukan KNIL dengan Jepang dan bagaimana pada akhirnya Hindia dikuasai Jepang terungkap dengan gamblang termasuk bagaimana setelah itu semua hal yang berbau Belanda dilarang, dan bagaimana rakyat Indonesia menyambut kedatangan tentara Jepang yang dikiranya datang sebagai tentara pembebas.

Bagaimana nasib keluarga  Belanda yang tinggal di Indonesia di masa awal Perang Dunia II  hingga kemerdekaan Indonesia juga terungkap dengan baik.antara lain bagaimana keluarga-keluarga Belanda yang tinggal di Hindia rela menyumbangkan panci-panci mereka untuk keperluan perang negaranya melawan Jerman.

Setelah Jepang berkuasa mulailah masa-masa sulit bagi orang-orang Belanda yang tinggal di Hindia. Jepang memutuskan untuk mengeluarkan semua orang Eropa dari kota. Mereka diasingkan dan diharuskan tinggal dalam kamp-kamp yang kondisinya semakin hari semakin memprihatinkan. Mereka hidup terasing dan  tidak tahu keadaan diluar sehingga mereka baru  tahu berbulan-bulan kemudian kalau Jepang sudah menyerah pada 15 Agustus 1945

Soal orang-orang Indo (campuran Belanda dengan Indonesia) juga terekam dengan sangat baik, di novel grafis  ini akan terlihat bagaimana posisi mereka menjadi serba sulit. Di masa damai banyak orang Belanda berpendapat

"Orang Indo lemah, malas, tidak jujur. Sudah berabad-abad orang kulit putih jadi orang gedean..Orang inlander jadi pelayan dan orang Indo berada diantara itu. Itu dari dulu sudah begitu. Di sini berlaku semakin putih semakin baik...itu tak akan berubah"  (hlm 13)

Ketika Jepang berkuasa, orang Indo juga mendapat perlakuan yang berbeda, walau mereka tidak diasingkan dalam kamp dan diizinkan tinggal di rumah mereka, mereka kerap dicurigai karena tentara Jepang menganggap orang Indo sebagai orang Belanda

Biar tinggal di rumah, tetap saja kami kesusahan... Kami selalu diganggu. Mereka ingin menyamakan kami dengan orang Indonesia dan mereka ingin kami mengingkari Belanda dan memilih Jepang. Tapi kami akan setia kapada rau, selama kami bisa.. (hlm 23).

Lalu bagaimana nasib orang-orang Belanda kelahiran Hindia ketika kembali ke negara asal mereka? lewat pengalaman Bas kita akan melhat bahwa bukan berarti pulang ke negerinya membuat mereka langsung merasa nyaman. Selain karena harus menyesuaikan dengan iklim, makanan, dan bahasa, orang Belanda sendiri kurang memiliki pengertian akan apa yang mereka alami di Hindia sehingga sering terjadi kesalahan persepsi.  Anak-anak Belanda yang pernah tinggal di Hindia juga  harus mengejar ketinggalan mereka sehingga harus masuk ke kelas yang tiga tahun lebih rendah dari kelas mereka di Hindia.

Masih banyak hal-hal yang menarik yang ada di buku ini. Komik  ini digambar dengan garis-garis yang lugas, bersih (yang mungkin kerap disebut ligne claire) dengan warna-warni pastel yang cerah. Jika dilihat dari garis dan pewarnaannya maka gaya penggambaran komik ini saya rasa satu mazhab dengan Herge komik Tintin atau beberapa komik Eropa lainnya. Komik ini juga tentunya akan mengingatkan kita akan komik Rampokan Java  dengan latar belakang Indonesia di masa lampau yang pernah dibuat oleh Peter van Dongen.

Latar belakang lingkungan dan situasi sekitar dalam setiap panel komik ini tampak tersaji dengan begitu detail sehingga dapat memberikan visualisasi sejarah dan keadaan kota Bandung, Jakarta, dan pedesaan Bogor di masa lampau. Beberapa bangunan bersejarah khususnya yang terdapat di kota Bandung tergambarkan dengan baik seperti Gedung Singer, restoran Moisen Bogerjan (Braga Permai), toko buku Van Drop, Hotel Savoy Homan, Bioskop Elita, daerah pecinan, dll.

Hal-hal mengenai keseharianpun tergambarkan dengan baik seperti, suasana pedesaan lengkap dengan ayam-ayam yang berkeliaran, tukang becak,  suasana kota dengan kesibukannya dll. Gambaran detail tentang semua itu tentunya hanya dimungkinkan melalui riset yang mendalam atas buku harian, foto, film, dan gambar tentang Bandung, Jakrta, di masa lampau dan masa kini.

 (untuk melihat lebih jelas silahkan klik gambarnya)

Selain melalui riset pustaka, foto, dan film, oroses pengerjaan komik ini juga melibatkan 25 tenaga ahli dari berbagai negara (Belanda, Jepang, Jerman, Indonesia) di bidangnya. Indonesia sendiri diwakili oleh 3 tenaga ahli yaitu Bambang Piurwanto (Universitas Gajah Mada), Gustaff & Reiwul Harriman Iskandar (Common Room, Bandung) dan Dwinita Larasati ( Iststitut Teknologi Bandung)

Walaupun komik ini mengandung unsur sejarah yang kental  namun komik ini  tidak menjadi komik sejarah yang membosankan karena penulis berhasil memblendernya dengan kisah personal tokoh utamanya sehingga  tidak heran jika pada tahun 2010, 65 tahun setelah Perang Dunia II, edisi Belanda komik ini dipersembahkan kepada murid-murid tahun ketiga  sekolah menengah di Belanda sebagai Pemberian Nasional.

Komik Tapak Tilas atau dalam bahasa Belandanya berjudul 'De Tergkeer' ini dibuat atas permintaan Indisch Herinneringscentrum Bronbeek (IHCB), Belanda. Sebuah organisasi  yang bertujuan menghidupkan sejarah Hindia Belanda dan Indonesia dari awal dekade 1900. Salah satunya adalah dengan menerbitkan komik ini yang merupakan bagian dari trilogi komik yang mengetangahkan tentang Perang Dunia Kedua, dua komik pertama yaitu De Ondekking (Penemuan) dan De zoektosch (Pencarian) mengisahkan pendudukan Jerrman di Belanda, sementara komik pamungkas yaitu De terugkeer (Tapak Tilas) berkisah tentang periode Hindia Belanda (1930-1950). Di Belanda ketiga komik edukatif ini dipakai sebagai bahan ajar sekolah.

Satu-satunya kritik untuk komik ini adalah adanya kesalahan cetak penulisan tahun pada halaman 17 di panel pertama dimana tercetak tahun 1914, seharusnya 1941. Diluar itu komik ini sangat baik dan perlu dibaca oleh kita semua terlebih generasi muda kita sebagai bacaaan alternatif untuk lebih memahami situasi  Indonesia menjelang dan setelah proklamasi baik dari sisi sejarah maupun sisi kemanusiaan dan hubungan sosial antara orang-orang  Belanda dan pribumi dari sudut pandang orang Belanda yang lahir, besar, dan pernah menjadi tentara KNIL di Indonesia.

Komik ini juga bisa dikatakan sebagai kisah tentang sejarah bersama antara Indonesia dan Belanda. Kita  diajak memahami bahwa dalam periode sejarah yang sama, seseorang bisa mengalami peristiwa yang berbeda-beda tergantung kepada kelompok sosial orang tersebut. Hal ini terungkap dalam komik ini dimana dalam periode sejarah yang sama, di tempat yang sama, orang Belanda, Indo-Belanda, Jepang, dan China ternyata menyimpan kisahnya masing-masing . Di sinilah kita dapat memahami secara lebih mendalam tentang pengalaman dan dilema yang dihadapi masing-masing kelompok tersebut ketika perang sedang berkecamuk.

Selain itu Erry Stoove, ketua lembaga IHCB dalam kata pengantar buku ini mengatakan bahwa,

"Komik ini secara khusus bertujuan menggalakkan pengetahuan anak muda Belanda mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di Hindia-Belanda dan Indonesia. Pengetahuan mereka sedikit, atau bahkan nihil, mengenai apa saja yang telah terjadi selama zaman perang di Hindia-Belanda. Hanya sedikit yang mereka tahu soal zaman ini dan zaman Perang Kemerdekaan Indonesia. Lewat buku komik ini kami berupaya agar sejarah ini dimuat secara luas dalam kurikulum sekolah menengah pertama. Pertama-tama di sekolah-sekolah Belanda. Akan tetapi, alangkah baiknya apabila kisah ini juga disampaikan di Indonesia. Dengan demikian sejarah bersama kita ini juga menjadi hidup di Indonesia."

Apa yang diharapkan oleh Eric Stoov� kini telah menjadi kenyataan, komik  De Tergkeer telah diterjemahkan dan bisa dibaca oleh masyarakat Indonesia. Sayangnya berdasarkan perjanjian dengan penerbit Belanda komik ini tidak beredar di toko-toko buku karena memang hanya diperuntukkan bagi sekolah, lembaga/instansi2 sebagai sarana edukatif. Walaupun tujuannya baik tapi di satu sisi  komik edukatif ini menjadi kurang dikenal secara luas, kecuali kalau komik ini memang dibagikan ke sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga edukasi seperti yang dilakukan pemerintah Belanda.  

Tentang Penulis

Eric Heuvel adalah novelis grafis ternama asal Belanda. Pada 2012, komunitas pecinta buku Komik Belanda (Het Stripschap) mendaulatnya sebagai komikus terbaik 2012.

Ruud van der Rol, adalah seorang sosiolog yang bekerja pada Yayasan Anne Frank sebagai manajer proyek dan telah menulis dan menyunting buku dan bahan edukatif yang bertemakan Anne Frank dan keluarganya, Holocoust, HAM, prasangka, dan diskriminatif. Pada tahun 2008 ia mendirikan EduProducties, sebuah perusahaan yang membuat produk-produk edukatif untuk sekolah, museum, dan organisasi lainnya.

@htanzil

NB :
Komik Tapak Tilas tidak dijual secara komersial di toko buku maupun tempat lainnya. Hubungi Pionir Books untuk memesan.

Wednesday, 9 October 2013

Kho Ping Hoo & Indonesia : Seniman dan Karyanya

[No. 320]
Judul : Kho Ping Hoo & Indonesia - Seniman dan Karyanya
Editor : Ardus M. Sawerga
Penerbit : Balai Soedjatmoko
Cetakan : 2012
Tebal : 215 hlm

Siapa yang tidak kenal dengan nama Kho Ping Hoo? walau namanya tidak tercatat dalam buku-buku teks pelajaran sastra di sekolah ataupun dalam sejarah sastra Indonesia  namun namanya begitu dikenal oleh publik tanah air terlebih bagi mereka yang menyenangi cerita silat (cersil). Nama Kho Ping Hoo memang  identik dengan cersil sehingga jika kita ditanya, "Siapa penulis cerita silat Indonesia?",  dengan cepat kita akan menjawab "Kho Ping Hoo!" walau mungkin kita belum pernah membaca satupun cersilnya.

Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo (selanjutnya ditulis KPH) lahir di Sragen 17 Agustus 1926 dari keluarga Tionghoa peranakan, Meskipun sekolahnya hanya sampai kelas I HIS, namun minat baca dan menulisnya sangat tinggi.  Karier kepenulisannya dimulai pada tahun 1951 saat ia berusia  25 tahun ketika ia mulai menulis cerita roman dengan nama pena Asmaraman Kho Ping Hoo dan dimuat oleh majalah-majalah terkenal saat itu seperti Star Weekly, Cermin, Pawancara, dan Liberty

KPH mulai menulis cerita silat bersambung pada tahun 1959 dengan judul Pedang Pusaka Naga Putih di majalah Teratai yang  ternyata mendapat respon positif dari para pembacanya. Mulai saat itu kreatifitas dan imajinasi KPH untuk menulis cerita silat terus mengalir tanpa henti. Walau saat itu belum pernah mengunjungi China dan tidak bisa berbahasa Mandari namun itu bukan halangan bagi KPH untuk menulis cerita silat berlatar belakang Tiongkok kuno. Berbekal peta Tiongkok kuno, buku-buku dan film-film silah yang pernah ia tonton KPH menulis tanpa henti sepanjang hidupnya. Energi menulisnya begitu luar biasa sehingga dalam seminggu sekali lahirlah satu jilid buku dari mesin tik manualnya.

Pada tanggal 22 Juli  1994 di usianya yang ke 68 KPH meninggal dunia karena serangan jantung. Di masa sakitnya ia masih menulis cerita Hancurnya Kerajaan Han yang belum selesai. Hingga akhir hayatnya KPH telah menulis lebih dari 120 judul buku dalam ribuan jilid buku dan hingga kini karya-karyanya masih terus dibaaca dan dicetak ulang.

Untuk mengenang kiprah dan karya-karyanya maka pada tahun 2012 yang lalu diperingati 86 tahun kelahiran KPH yang diselenggarakan di Balai Seodjatmoko Solo dan Bentara Budaya Bali  (11-18/7/2012). Saat itu dipamerkan ilustrasi cersil yang pernah ditulis KPH, memorabilia KPH , dan diskusi dari berbagai narasumber yang diharapkan bisa menempatkan KPH sebagai sastrawan secara proprosional dalam jagat sastra Indonesia.

Sebagai pelengkap gelaran memperingati 86 kelahiran KPH itulah buku Kho Ping Hoo & Indonesia terbit. Sebuah buku yang memuat wacana tentang diri dan karya KPH dari berbagai dimensi berupa esai, hasil penelitian, kliping koran, kesaksian, dan wawancara dengan sejumlah saksi mata seperti istri, anak, mantu, dan mereka yang pernah terlibat langsung dalam proses penerbitan buku-buku KPH .

Buku ini memuat 20 tulisan, dari berbagai narasumber mulai dari cendekiawan, budayawan, wartawan, hingga pembaca setia KPH antara lain Leo Suryadinata, Seno Gumira Ajidarma, Prie GS, Arswendo Atmowiloto. Eka Kurniawan, dll. Dari tulisan Leo Suryadinata berjudul Kho Ping Hoo dan Karya-karyanya kita akan mengetahui darimana KPH mendapat inspirasi untuk menulis kisah-kisahnya.

Menurut penelitian Leo Suryadinata terungkap bahwa karya-karya KPH sedikit banyak terpengaruh dari cersil terjemahan dan film silat Hong Kong dan Taiwan yang pernah dibaca dan ditontonnya. Beberapa kisah diketahui mengambil plot dari cersil terjemahan namun walau demikian cersil KPH tetap mempunyai ciri tersendiri. Salah satunya adalah bagaimana KPH memasukkan nasehat filosofis yang kadang disesuaikan dengan kondisi  Indonesia.

"Kho Ping Hoo membicarakan perkawinan campur Tionghoa-Indonesia, meskipun ini dianjurkan tapi mesti didasarkan percintaan. Kho mengharapkan para pembaca bisa menerima manfaat yang terkandung di dalam cersilnya. Menggunakan cersil untuk memberi "kuliah" ini mirip dengan novel peranakan yang terbit pada awal abad keduapuluh. Cara ini jarang ditemui pada cersil-cersil terjemahan" (hlm 44)

Ketika membahas dampak cersil terhadap Indonesia Leo juga mengungkapkan bahwa cersil karya KPH setiap terbitannya mencapai 10.000 sampai 15.000 jilid (ekslempar) yang habis dalam sebulan dan setiap empat lima tahun dicetak ulang. Menurut hitung-hitungannya bila setiap jilid dibaca  25 orang, maka setiap edisinya kira-kira ada 1,6 juta pembaca!

Jika Leo Suryadinata  membahas tentang  Kho Ping Hoo dan karya-karayanya, Eka Kurniawan membahas unsur sejarah dalam cerita silat KPH terlebih dalam karya-karyanya yang berlatar belakang Nusantara seperti Banjir Darah Borobudur, Satria Gunung Kidul, Badai Laut Selatan. Menurut pengamatan Eka sejarah dalam cersil KPH bukanlah sejarah dalam perspektif istana dan kaum elitenya melainkan sejarah yang bergerak di luar itu, sejarah yang bergerak di bawah.

"Kho Ping Hoo tak semena-mena menyatakan bahwa sejarah selalu merupakan "sejarah atas". Dengan menurunkan orang-orang istana ke desa-desa, sungai, gunung dan sawah, dan bahkan menjadi gembel, ia ingin memperlihatkan bahwa sejarah juga bergerak di bawah. Bahwa sejarah juga merupakan kisah kaum antah berantah" (hlm 58)

Sedangkan Seno Gumira Ajidarma dalam essainya berjudul Kho Ping Hoo dan Indonesia  mencoba menjawab keraguan orang apakah karya-karya KPH yang berlatar Tiongkok kuno itu bisa disebut sebagai cersil Indonesia dan apakah cersil KPH itu termasuk karya sastra? Dalam essainya ini Seno menyimpulkan bahwa

(1) cerita silat berbahasa Indonesia  dengan latar dan lokasi sejarah Tiongkok adalah bagian yang sah dari kebudayaan Indonesia; (2) Kho Ping Hoo adalah seorang penulis cerita silat Indonesia ; (3) karya tulis Kho Ping Hoo, dan karya tulis manapun, dalam perkembangan teori kebudayaan mutakhir, sudah tidak relevan lagi dipersoalkan dari sudut pandang susastra atau bukan-susastra  (hlm 117)

Masih banyak hal-hal menarik tentang Kho Ping Hoo dan karya-karyanya yang terungkap di buku ini, antara lain tentang 5 buah mesin ketik yang semuanya masih terpasang kertas dan berisi 5 buah cerita  yang sedang dikerjakannya sekaligus, tentang jari-jari KPH yang sakit waktu kecil, pemakaman KPH yang dihadiri ribuan pelayat namun tidak dihadiri pejabat penting maupun para seniman, dll.

Selain hal-hal diatas buku ini memuat pula daftar lengkap karya KPH versi majalah MATRA, 33 buah desain sampul karya-karya KPH, dan puluhan  ilustrasi yang dibuat oleh dua orang ilustrator buku-buku KPH, Yanes dan Dwi Laksono. Tidak hanya itu buku ini juga memuat cuplikan cerita Dewi Sungai Kuning sebanyak 8 halaman.


Demikian sekilas tentang buku ini yang mencoba mengungkap KPH beserta karya-karyanya. Buku ini sangat baik untuk mengenal KPH dan kerya-karyanya dari berbagai sudut pandang.  Sayangnya buku ini tidak memuat tulisan  dari pejabat tinggi atau pesohor terkenal seperti  B.J. Habibie, Ashadi Siregar, dll yang merupakan pembaca setia cersil KPH.. Dan yang lebih disayangkan lagi adalah buku ini tidak bisa diperoleh di toko-toko buku umum karena hanya bisa diperoleh pada saat Peringatan 86 Tahun KPH di Solo dan Bali setahun yang lampau.

Sudah saatnya buku ini dicetak secara masal dan beredar di masyarakat sehingga Kho Ping Hoo yang ribuan jilid bukunya telah dibaca dan menginpirasi jutaan orang dari berbagai lapisan masyarakat Indonesia, yang cersil-cersilnya telah mewarnai dunia perbukuan tanah air  dan telah menghidupi banyak orang termasuk mereka yang membuka persewaan buku di seantero Tanah Air ini layak dinobatkan sebagai "sastrawan besar" yang pernah lahir di bumi Nusantara.

Sebagai penutup saya kutipkan komentar Kho Ping Hoo  mengapa ia memilih menjadi penulis cerita silat.


Saya menulis untuk mencurahkan hati saya. Dengan menulis saya bisa melepaskan persoalan penindasan yang ada di dalam batin. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari saya sering menjumpai ketidakadilan, penindasan, dan kerakusan. tapi saya hanya bisa marah dalam hati. Untuk mengkritik saya tidak memiliki keberanian. Lewat cerita silat saya bisa mengkritik tanpa harus menyakiti perasaan siapapun
(hlm 98)

Melalui cerita silat saya merasa bahwa saya dapat berkomunikasi dengan para pembaca, bukan melalui silatnya itu sendiri, melainkan melalui kehidupan para tokohnya, suka dukanya dalam kehidupan, dan saya mengajak para pembaca sama-sama menghadapinya, mempelajarinya, menyelidikinya dan menanggulanginya
(hlm 113)

@htanzil

Wednesday, 2 October 2013

Nightmare in the Snowfields by Mutiq Jujazki

[No. 319]
Judul : Nightmare in the Snowfields
Penulis : Mutiq Jujazki
Penerbit : Leutika Pro
Cetakan : I, Agustus 2013
Tebal : 163 hlm


Nightmare in the Snowfileds adalah novel horor thriller karya Muntiq Jujazki (19 thn)  mahasiswi jurusan Teknik Geologi Universitas Trisakti  yang menggemari karya-karya  R.L Stine (penulis novel horor remaja).  Dalam novel debutnya yang memiliki setting di sebuah negara bersalju ini Muntig  mengisahkan tentang Jowy Bright, pemuda berusia 17an tahun yang melewati libur musim dingin dirumah bibinya yang berada di desa Scar Winter. Di desa itu terdapat sebuah legenda tentang Wanita Salju yang mencoba bertahan hidup dengan cara menyerang dan meminum darah lelaki di desa itu.

Baru saja beberapa hari berada di sana Jowy sudah mengalami hal-hal aneh dan tidak menyenangkan, dimulai dari kemunculan sesaat sosok wanita di balkon kamar tempat ia menginap, seorang yang tak dikenal yang berada di rumah bibinya, hingga seorang gadis yang tiba-tiba melempar bola salju hingga menciderainya.

Kejadian-kejadian aneh itu membuat  Jowy menaruh curiga pada legenda Wanita Salju di desa tersebut, hal ini juga membuat liburannya tidak tenang apalagi setelah ia menyaksikan bagaimana temannya tewas secara mengenaskan, dan seorang temannya lagi hilang setelah mendengar suara bisikan aneh yang berasal dari dalam hutan. Tidak hanya itu jiwanyapun merasa terancam karena sosok wanita salju itu terus membuntuti dan menampakkan diri padanya.

Apakah legenda Wanita Salju itu memang ada, dan pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan oleh si Wanita Salju?.  Bersama temannya Jowy mencoba menemukan wanita salju dan mencoba melenyapkannya sebelum ia sendiri menjadi korban berikutnya.

Sebagai novel debutan bergenre horor thriller, novel ini saya rasa cukup membuat pembacanya merasakan penasaran akan legenda wanita salju disertai ketegangan yang kian memuncak di bebeapa bab terakhir novel ini. Hanya saja ada beberapa  hal yang bagi saya pribadi menjadi ganjalan sepanjang saya membaca novel ini.

Yang pertama adalah ilustrasi novel. Dari segi cover saya merasa puas karena saya rasa covernya mewakili sisi kemisteriusan dan horor yang terdapat dalam novel ini . Sayangnya  ilustrasi yang muncul di setiap awal bab yaitu  sosok wanita yang mengenakan jaket musim dingin tidak menimbulkan kesan horor dari novel ini karena sosok wanita tersebut tampil dengan senyumannya. Kalau toh sosok itu dimaksudkan untuk menggambarkan kemisteriusan si Wanita Salju, saya rasa ilustrasi tersebut justru jauh dari kesan misterius.

Kedua, mengenai tokoh sentral novel ini yaitu Jowy Bright, walau dikisahkan Jowy adalah pemuda berusia 17 tahunan dan telah duduk di bangku SMA tapi dari dialog dan narasi antara Jowy dengan orang tuanya yang terlihat protektif  menimbulkan kesan bahwa Jowy berusia lebih muda (antara 12-13 tahun). Saya juga merasa sosok Jowy di novel ini kurang maskulin, karena sepanjang pembacaan novel ini  saya selalu merasa bahwa Jowy adalah seorang wanita :)

Ketiga, di novel ini diceritakan bahwa si Wanita Salju ternyata memiliki keterkaitan dengan masa kecil Jowy. Bahkan ada sebuah peristiwa mengerikan yang dilakukan si wanita salju yang penah dilihat Jowy di masa lalunya. Walau kejadian itu baru benrlangsung 5 tahun yang lalu namun dikisahkan bahwa Jowy benar-benar lupa akan kejadian mengerikan tersebut. Rasanya agak aneh kalau kejadian mengerikan yang baru berlalu 5 tahun yang lampau itu dengan mudah terlupakan oleh Jowy.  Mungkin akan lebih menarik jika memang Jowy lupa akan kejadian detailnya  namun kelebatan-kelebatan peristiwa masa lalu yang pernah dialaminya tersebut tiba-tiba muncul ketika ia berada di Scar Winter sehingga kesan misteriusnya lebih kentara.

Demikian beberapa hal yang menjadi catatan saya ketika membaca novel ini, selebihnya sebagai novel debutan, novel ini bisa dikatakan menarik apalagi dengan ending yang sama sekali tidak terduga dan mengecoh pembacanya sehingga bagi mereka yang menyukai novel horor thriller novel ini layak dibaca dan dikoleksi.

Selain itu keberanian penulis untuk menulis dalam genre yang  jarang disentuh oleh penulis-penulis lokal tentunya membawa angin segar bagi dunia fiksi kita. Jika penulis bisa konsisten menulis dalam genre ini dan terus mengasah diri dalam hal karakater tokoh, plot, dan endingnya saya percaya kita akan memiliki novelis horor thriller yang namanya patut diperhitungkan.

@htanzil

Thursday, 26 September 2013

Total Bung Karno by Roso Daras

[No. 318]
Judul : Total Bung Karno - Serpihan Sejarah yang Tercecer
Penulis : Roso Daras
Penerbit : Imania
Cetakan : II, Juli 2013
Tebal : 444 hlm

Selalu ada kisah menarik tentang Bung Karno,  kharisma dan ketertarikan orang pada sang proklamator itu tak hanya saat beliau masih hidup namun hingga kini masih banyak orang yang mengaguminya. Bagaikan mata air yang tidak pernah kering selalu saja ada hal-hal baru yang terungkap tentang dirinya . Tidak habis-habisnya orang menulis penggalan kisah kehidupannya dari berbagai sudut dan tak bosan-bosannya orang membaca kisah-kisahnya dan pemikirannya yang sudah ditulis dalam puluhan bahkan mungkin ratusan buku baik dari dalam maupun luar negeri.

Buku Total Bung Karno, adalah buku terbaru tentang bung Karno yang terbit yang ditulis oleh Roso Daras seorang pengagum ajaran-ajaran Bung Karno yang sejak tahun 2009 telah  menulis hampir 500 kisah dan tulisan tentang Bung Karno dalam blognya Roso Daras - Saya dan Bung Karno. Tulisan-tulisan dalam blognya itulah yang kemudian dibukukan

Buku ini sendiri sebenarnya merupakan gabungan dari 3 buku karya Roso Daras yang sebelumnya pernah diterbitkan yaitu dua buku seri Bung Karno, The Other Stories - Serpihan Sejarah yang Tercecer ( 2009) & Bung Karno vs Kartosuwiryo ( 2011 ).  Jadi buku ini merupakan rangkuman dari isi ketiga buku terdahulu dengan penambahan beberapa judul baru serta revisi dan penyempurnaan di beberapa bagian

Seluruh tulisan dalam buku ini menyajikan warna-warni sosok Bung Karno, walau ada warna ideologis yang muncul dalam buku ini namun sebagian besar tulisan-tulisan dalam buku ini menampilkan sisi humanisme Bung Karno sehingga lewat buku ini kita akan menemui sosoknya yang manusiawi dibalik kebesaran namanya.

Buku ini dimulai dengan kisah Cicak dan Siul Perkutut di Penjara Banceuy hingga tentang Jembatan Semanggi, Simbol Persatuan, semuanya terdiri dari 80 tulisan tentang Bung Karno yang beberapa diantaranya belum terpublikasikan, seperti kisah-kisah Bung Karno saat Republik ini masih muda antara lain tentang mobil kenegaraan pertama RI yang ternyata merupakan mobil curian, pengalaman pertama Bung Karno pertama kali naik kuda saat ulang tahun pertama TNI (5 Oktober 1946), atau bagaimana Bung Karno nyaris dibantai tentara Nica jika tidak diselamatkan oleh tentara India. Dan yang mungkin tidak kita sangka, ternyata merancang gedung-gedung di berbagai kota, Bung Karno yang seorang Insinyur juga pernah merancang kolam ikan yang hingga kini masih terawat di Gedung Agung Jogya/Istana Jogya

Hubungan Bung Karno dengan para wanita juga terekam dalam kisah-kisah di buku ini, antara lain tentang ciuman pertama Bung Karno di usia 14 tahun kepada gadis Belanda Rika Meelhuysen, pertemuannya dengan selebriti Hollywood seperti Maryln Monroe dan Joan Crawford, hubungannya dengan  Maria Callas, istri milyuner Onasis, pe-de-ka-te Bung Karno kepada Ibu Fatmawati, dan yang unik dan lucu adalah bagaimana Bung Karno memilih BH/bra untuk Fatmawati ketika berada di Amerika Serikat yaitu dengan cara menjejerkan pramugari toko untuk mencari ukuran bra yang sesuai dengan ukuran istrinya. 

Hal-hal yang tampak sederhana dalam keseharian Bung Karno juga tak luput dari perhatian penulis, di buku ini kita akan mengetahui bagaimana gaya makan Bung Karno, cara pandang Bung Karno tentang pakaian, kegeramaran Bung Karno dalam menari Lenso, dan bagaimana cara Bung Karno berdoa.

Tidak hanya itu, hal-hal serius tentang bung Karno juga ada dalam buku ini seperti kisah Bung Karno dan lembaran Hitam Romusha dan Hari-hari Terakhir Bung Karno yang ditulis dalam 4 bagian dimana terdapat fakta-fakta yang menguatkan anggapan orang bahwa Sang Proklamator itu di hari-hari setelah kejatuhan hingga ajal menjemputnya menderita secara piskis dan fisik karena diasingkan, tidak boleh menerima tamu, dan ketika sakit hanya dirawat oleh seorang dokter hewan.

Walau buku ini memuat kisah-kisah kecil yang tercecer dari buku-buku sejarah namun buku ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Nilai tambah buku ini bagi pembaca umum adalah dimuatnya secara lengkap Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 yang  kelak akan dijadikan sebagai hari Lahirnya Pancasila, lalu ada pula tulisan utuh Bung Karno berjudul Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme yang pernah dimuat di Suluh Indonesia Indonesia Muda, tahun 1926. Pidato dan tulisan Bung Karno tersebut mungkin selama ini hanya bisa dibaca di perpustakaan, karenanya pemuatan pidato dan tulisan tersebut dalam buku ini patut dihargari karena itu adalah sebuah dokumen sejarah yang perlu dibaca dari generasi ke generasi.

Bung Karno yang selama ini kita kenal sebagai tokoh nasionalis, ternyata juga seorang muslim yang taat dan banyak belajar banyak akan keislaman. Selain memikirkan bangsanya ia juga merindukan kemajuan Islam sebagai agama yang progresif dan penuh berkah di Indonesia, hal itu terungkap lewat keduabelas surat Bung Karno kepada Ahmad Hassan, guru agama Islamnya di Bandung  pada tahun ( 1936-1937) saat bung Karno dalam masa pengasingan di Ende, Flores.

(Buku yang pernah memuat surat-surat Bung Karno kepada A.Hassan, terbit thn 1985)

Dalam surat-suratnya selain mengungkapkan kerinduan Bung Karno agar Islam di Indonesia menjadi Islam yang progresif dan kerinduannya untuk banyak belajar dari literatur Islam ada hal menarik dalam salah satu suratnya , yaitu soal penyebaran misi Kristen di Flores. Alih-alih mengecam atau melawan misi Kristen, Bung Karno mengajak umat Islam untuk mengintrospeksi diri.

Kita banyak mencela misi tapi apakah yang kita kerjakan bagi upaya menyebarkan agama Islam dan memperkokoh agama Islam? Bahwa misi mengembangkan Roomskatholicsme, itu adalah mereka punya "hal", yang kita tak boleh cela dan gerutui. Tapi "kita", kenapa "kita" malas, kenapa "kita teledor, kenapa "kita" tak mau kerja, kenapa "kita" tak mau giat?.... Kalau dipikirkan, memang semua itu "salah kita sendiri", bukan salah orang lain. Pantas Islam selamanya dihinakan orang (hlm 382) 


Masih dalam hal ke-islaman Bung Karno, buku ini juga memuat surat sanggahan Bung Karno terhadap pihak-pihak yang menyatakan bahwa ketika di Ende, Bung Karno mendirikan cabang Ahmadiyah dan menjadi propagandisnya. Dalam suratnya itu Bung Karno menjawabnya secara tergas  bahwa ia bukan penganut Ahmadiyah namun bukan berarti dia anti pati terhadap ajaran-ajaran Ahmadiyah.

Saya tidak percaya bahwa Mirza Gulam Ahmad seorang nabi dan belum percaya pula bahwa ia seorang mujaddid. Tapi ada buku-buku keluaran Ahmadiyah yang saya dapat banyak faedah daripadanya.
...........
Dan mengenai Ahmadiyah, walaupun beberapa fatsal di dalam mereka punya visi saya tolak dengan yakin, toh pada umumnya ada mereka punya "features" yang saya setujui; mereka punya nationalism, mereka punya kelebaran penglihatan (broadmindedness), mereka punya modernisme, mereka punya hati-hati terhadap kepada hadis, mereka punya striven Qur'an saja dulu, mereka punya systematische  annemelijk making can den Islam (hlm 416-417)

Dalam pernyataannya ini kita bisa melihat bahwa Bung Karno adalah seorang intelektual yang terbuka terhadap berbagai pengajaran namun tidak mengenal kompromi menyangkut keimanannya terhadap agamanya yang ia yakini.

Masih banyak hal-hal menarik dari sosok dan kisah-kisah Bung Karno dalam buku ini. Semua dimensi dan warna warni kehidupan bung Karno terungkap dengan gamblang mulai dari hal-hal yang penting menyangkut cara pandang dan ideologi Bung Karno hingga hal-hal yang tampak sederhana dan remeh temeh,  karenanya buku ini cocok sekali diberi judul Total Bung Karno - Serpihan Sejarah yang Tercecer.

Sayangnya ke 80 tulisan dalam buku ini tidak dikelompokkan kedalam bab-bab tertentu yang spesifik misalnya Bung Karno dengan wanita, Bung Karno dan Islam, Bung Karno dan anak-anaknya, dll. Selain itu penempatan urutan tiap tulisan dalam buku ini juga terkesan melompat-lompat. Padahal juga tulisan-tulisan dalam buku ini dikelompokkan berdasarkan tema atau disusun berdasarkan kronologis waktu tentunya hal ini akan memudahkan kita jika suatu saat kita ingin membaca kembali tulisan-tulisan yang kita perlukan dalam buku ini.

Terlepas dari hal di atas buku ini saya rasa layak dibaca oleh mereka yang ingin mengenal sosok Bung Karno baik dari kehidupannya maupun pandangan-pandangan politiknya. Gaya penulisan yang ringan disertai puluhan foto-foto pendukung membuat buku ini dapat dibaca oleh berbagai kalangan.  Selebihnya saya pribadi sependapat dengan komentar Mahfud MD, ketua MA periode 2008-2013 tentang buku ini bahwa



�Buku TOTAL BUNG KARNO ini menjlentreh-kan kepada kita tentang Bung Karno sebagai manusia dengan banyak dimensinyayang selama ini masih banyak tercecer dan belum banyak dipublikasikan. Dengan membaca buku ini kita bisa terharu pada ketulusan Bung Karno, bisa tersenyum pada kejenakaan Bung Karno, bisa kagum pada kecerdasan Bung Karno, bisa sedih atas penderitaan Bung Karno, bisa kecewa atas sikap tertentu dari Bung Karno, bisa optimis atas masa depan dari visi dan langkah Bung Karno. Di atas semua itu, akhirnya, kita akan mendecak kagum sambil mengatakan, �Kita bangga pada Bung Karno dan kita rindu pada pemimpin seperti Bung Karno.�

 (halaman dalam buku Total Bung Karno)

@htanzil

Postingkan kali ini merupakan partisipasi saya dalam event Posbar (Posting Bareng) BBI (Blogger Buku Indonesia) bln September 2013 dengan tema Biografi.

Tags