Latest News

Thursday, 26 September 2013

Total Bung Karno by Roso Daras

[No. 318]
Judul : Total Bung Karno - Serpihan Sejarah yang Tercecer
Penulis : Roso Daras
Penerbit : Imania
Cetakan : II, Juli 2013
Tebal : 444 hlm

Selalu ada kisah menarik tentang Bung Karno,  kharisma dan ketertarikan orang pada sang proklamator itu tak hanya saat beliau masih hidup namun hingga kini masih banyak orang yang mengaguminya. Bagaikan mata air yang tidak pernah kering selalu saja ada hal-hal baru yang terungkap tentang dirinya . Tidak habis-habisnya orang menulis penggalan kisah kehidupannya dari berbagai sudut dan tak bosan-bosannya orang membaca kisah-kisahnya dan pemikirannya yang sudah ditulis dalam puluhan bahkan mungkin ratusan buku baik dari dalam maupun luar negeri.

Buku Total Bung Karno, adalah buku terbaru tentang bung Karno yang terbit yang ditulis oleh Roso Daras seorang pengagum ajaran-ajaran Bung Karno yang sejak tahun 2009 telah  menulis hampir 500 kisah dan tulisan tentang Bung Karno dalam blognya Roso Daras - Saya dan Bung Karno. Tulisan-tulisan dalam blognya itulah yang kemudian dibukukan

Buku ini sendiri sebenarnya merupakan gabungan dari 3 buku karya Roso Daras yang sebelumnya pernah diterbitkan yaitu dua buku seri Bung Karno, The Other Stories - Serpihan Sejarah yang Tercecer ( 2009) & Bung Karno vs Kartosuwiryo ( 2011 ).  Jadi buku ini merupakan rangkuman dari isi ketiga buku terdahulu dengan penambahan beberapa judul baru serta revisi dan penyempurnaan di beberapa bagian

Seluruh tulisan dalam buku ini menyajikan warna-warni sosok Bung Karno, walau ada warna ideologis yang muncul dalam buku ini namun sebagian besar tulisan-tulisan dalam buku ini menampilkan sisi humanisme Bung Karno sehingga lewat buku ini kita akan menemui sosoknya yang manusiawi dibalik kebesaran namanya.

Buku ini dimulai dengan kisah Cicak dan Siul Perkutut di Penjara Banceuy hingga tentang Jembatan Semanggi, Simbol Persatuan, semuanya terdiri dari 80 tulisan tentang Bung Karno yang beberapa diantaranya belum terpublikasikan, seperti kisah-kisah Bung Karno saat Republik ini masih muda antara lain tentang mobil kenegaraan pertama RI yang ternyata merupakan mobil curian, pengalaman pertama Bung Karno pertama kali naik kuda saat ulang tahun pertama TNI (5 Oktober 1946), atau bagaimana Bung Karno nyaris dibantai tentara Nica jika tidak diselamatkan oleh tentara India. Dan yang mungkin tidak kita sangka, ternyata merancang gedung-gedung di berbagai kota, Bung Karno yang seorang Insinyur juga pernah merancang kolam ikan yang hingga kini masih terawat di Gedung Agung Jogya/Istana Jogya

Hubungan Bung Karno dengan para wanita juga terekam dalam kisah-kisah di buku ini, antara lain tentang ciuman pertama Bung Karno di usia 14 tahun kepada gadis Belanda Rika Meelhuysen, pertemuannya dengan selebriti Hollywood seperti Maryln Monroe dan Joan Crawford, hubungannya dengan  Maria Callas, istri milyuner Onasis, pe-de-ka-te Bung Karno kepada Ibu Fatmawati, dan yang unik dan lucu adalah bagaimana Bung Karno memilih BH/bra untuk Fatmawati ketika berada di Amerika Serikat yaitu dengan cara menjejerkan pramugari toko untuk mencari ukuran bra yang sesuai dengan ukuran istrinya. 

Hal-hal yang tampak sederhana dalam keseharian Bung Karno juga tak luput dari perhatian penulis, di buku ini kita akan mengetahui bagaimana gaya makan Bung Karno, cara pandang Bung Karno tentang pakaian, kegeramaran Bung Karno dalam menari Lenso, dan bagaimana cara Bung Karno berdoa.

Tidak hanya itu, hal-hal serius tentang bung Karno juga ada dalam buku ini seperti kisah Bung Karno dan lembaran Hitam Romusha dan Hari-hari Terakhir Bung Karno yang ditulis dalam 4 bagian dimana terdapat fakta-fakta yang menguatkan anggapan orang bahwa Sang Proklamator itu di hari-hari setelah kejatuhan hingga ajal menjemputnya menderita secara piskis dan fisik karena diasingkan, tidak boleh menerima tamu, dan ketika sakit hanya dirawat oleh seorang dokter hewan.

Walau buku ini memuat kisah-kisah kecil yang tercecer dari buku-buku sejarah namun buku ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Nilai tambah buku ini bagi pembaca umum adalah dimuatnya secara lengkap Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 yang  kelak akan dijadikan sebagai hari Lahirnya Pancasila, lalu ada pula tulisan utuh Bung Karno berjudul Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme yang pernah dimuat di Suluh Indonesia Indonesia Muda, tahun 1926. Pidato dan tulisan Bung Karno tersebut mungkin selama ini hanya bisa dibaca di perpustakaan, karenanya pemuatan pidato dan tulisan tersebut dalam buku ini patut dihargari karena itu adalah sebuah dokumen sejarah yang perlu dibaca dari generasi ke generasi.

Bung Karno yang selama ini kita kenal sebagai tokoh nasionalis, ternyata juga seorang muslim yang taat dan banyak belajar banyak akan keislaman. Selain memikirkan bangsanya ia juga merindukan kemajuan Islam sebagai agama yang progresif dan penuh berkah di Indonesia, hal itu terungkap lewat keduabelas surat Bung Karno kepada Ahmad Hassan, guru agama Islamnya di Bandung  pada tahun ( 1936-1937) saat bung Karno dalam masa pengasingan di Ende, Flores.

(Buku yang pernah memuat surat-surat Bung Karno kepada A.Hassan, terbit thn 1985)

Dalam surat-suratnya selain mengungkapkan kerinduan Bung Karno agar Islam di Indonesia menjadi Islam yang progresif dan kerinduannya untuk banyak belajar dari literatur Islam ada hal menarik dalam salah satu suratnya , yaitu soal penyebaran misi Kristen di Flores. Alih-alih mengecam atau melawan misi Kristen, Bung Karno mengajak umat Islam untuk mengintrospeksi diri.

Kita banyak mencela misi tapi apakah yang kita kerjakan bagi upaya menyebarkan agama Islam dan memperkokoh agama Islam? Bahwa misi mengembangkan Roomskatholicsme, itu adalah mereka punya "hal", yang kita tak boleh cela dan gerutui. Tapi "kita", kenapa "kita" malas, kenapa "kita teledor, kenapa "kita" tak mau kerja, kenapa "kita" tak mau giat?.... Kalau dipikirkan, memang semua itu "salah kita sendiri", bukan salah orang lain. Pantas Islam selamanya dihinakan orang (hlm 382) 


Masih dalam hal ke-islaman Bung Karno, buku ini juga memuat surat sanggahan Bung Karno terhadap pihak-pihak yang menyatakan bahwa ketika di Ende, Bung Karno mendirikan cabang Ahmadiyah dan menjadi propagandisnya. Dalam suratnya itu Bung Karno menjawabnya secara tergas  bahwa ia bukan penganut Ahmadiyah namun bukan berarti dia anti pati terhadap ajaran-ajaran Ahmadiyah.

Saya tidak percaya bahwa Mirza Gulam Ahmad seorang nabi dan belum percaya pula bahwa ia seorang mujaddid. Tapi ada buku-buku keluaran Ahmadiyah yang saya dapat banyak faedah daripadanya.
...........
Dan mengenai Ahmadiyah, walaupun beberapa fatsal di dalam mereka punya visi saya tolak dengan yakin, toh pada umumnya ada mereka punya "features" yang saya setujui; mereka punya nationalism, mereka punya kelebaran penglihatan (broadmindedness), mereka punya modernisme, mereka punya hati-hati terhadap kepada hadis, mereka punya striven Qur'an saja dulu, mereka punya systematische  annemelijk making can den Islam (hlm 416-417)

Dalam pernyataannya ini kita bisa melihat bahwa Bung Karno adalah seorang intelektual yang terbuka terhadap berbagai pengajaran namun tidak mengenal kompromi menyangkut keimanannya terhadap agamanya yang ia yakini.

Masih banyak hal-hal menarik dari sosok dan kisah-kisah Bung Karno dalam buku ini. Semua dimensi dan warna warni kehidupan bung Karno terungkap dengan gamblang mulai dari hal-hal yang penting menyangkut cara pandang dan ideologi Bung Karno hingga hal-hal yang tampak sederhana dan remeh temeh,  karenanya buku ini cocok sekali diberi judul Total Bung Karno - Serpihan Sejarah yang Tercecer.

Sayangnya ke 80 tulisan dalam buku ini tidak dikelompokkan kedalam bab-bab tertentu yang spesifik misalnya Bung Karno dengan wanita, Bung Karno dan Islam, Bung Karno dan anak-anaknya, dll. Selain itu penempatan urutan tiap tulisan dalam buku ini juga terkesan melompat-lompat. Padahal juga tulisan-tulisan dalam buku ini dikelompokkan berdasarkan tema atau disusun berdasarkan kronologis waktu tentunya hal ini akan memudahkan kita jika suatu saat kita ingin membaca kembali tulisan-tulisan yang kita perlukan dalam buku ini.

Terlepas dari hal di atas buku ini saya rasa layak dibaca oleh mereka yang ingin mengenal sosok Bung Karno baik dari kehidupannya maupun pandangan-pandangan politiknya. Gaya penulisan yang ringan disertai puluhan foto-foto pendukung membuat buku ini dapat dibaca oleh berbagai kalangan.  Selebihnya saya pribadi sependapat dengan komentar Mahfud MD, ketua MA periode 2008-2013 tentang buku ini bahwa



�Buku TOTAL BUNG KARNO ini menjlentreh-kan kepada kita tentang Bung Karno sebagai manusia dengan banyak dimensinyayang selama ini masih banyak tercecer dan belum banyak dipublikasikan. Dengan membaca buku ini kita bisa terharu pada ketulusan Bung Karno, bisa tersenyum pada kejenakaan Bung Karno, bisa kagum pada kecerdasan Bung Karno, bisa sedih atas penderitaan Bung Karno, bisa kecewa atas sikap tertentu dari Bung Karno, bisa optimis atas masa depan dari visi dan langkah Bung Karno. Di atas semua itu, akhirnya, kita akan mendecak kagum sambil mengatakan, �Kita bangga pada Bung Karno dan kita rindu pada pemimpin seperti Bung Karno.�

 (halaman dalam buku Total Bung Karno)

@htanzil

Postingkan kali ini merupakan partisipasi saya dalam event Posbar (Posting Bareng) BBI (Blogger Buku Indonesia) bln September 2013 dengan tema Biografi.

Wednesday, 18 September 2013

Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa by Maggie Tiojakin

[No. 317]
Judul : Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa
Penulis : Maggie Tiojakin
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, Juli 2013
Tebal : 241 hlm

Ketika mendengar akan terbit karya terbaru dari Maggie Tiojakin saya langsung penasaran dan ingin segera membacanya. Bersyukur karena tidak terlalu lama setelah buku ini terbit saya akhirnya bisa memperoleh buku ini dari penulisnya langsung. Thx ya Maggie! Lalu  kenapa saya begitu penasaran dengan buku ini? 

Pertama, saya suka dengan gaya berutur dan tema kisah-kisah yang diangkat oleh Maggie di dua buku karyanya yang sudah saya baca yaitu, Balada Ching Ching (2010)  dan Winter Dreams ( 2011 ) sehingga saya tergelitik untuk mencoba seperti apa karya terbarunya ini.

Kedua, judul. Selama kita Tersesat di Luar Angkasa, judul yang sangat menarik dan absurd karena toh hingga saat ini belum ada seorangpun yang pernah tersesat di luar angkasa. Saya jadi bertanya-tanya bagaimana mungkin bisa tersesat di luar angkasa, dan kalaupun tersesat seperti apa kira-kita kisahnya?

Ketiga, titel Kumpulan Cerita Absurd.  Titel buku inilah yang paling membuat saya penasaran, seberapa absurd sih kisah-kisah dalam buku ini?, dan apakah saya sanggup menikmati keabsurd-an kisah-kisahnya?

Kempat, cover. Saya termasuk orang yang cerewet dalam hal cover buku. Kalau cover buku tidak sesuai dengan selera saya, saya jadi tidak tertarik untuk membacanya (jangan dicontoh). Nah, untuk cover buku ini saya beri dua jempol! Ilustrasi  cover yang dibuat oleh salah satu ilustrator foavorit saya, Steven Andersen ini membuat saya tak bosan-bosannya menatapnya dan menambah gairah saya untuk membaca buku ini :)

 (Beberapa calon cover SKTLA by Steven Andersen)

Judul buku kumpulan cerpen ini diambil dari cerpen Selama Kita tersesat di Luar angkasa yang merupakan cerpen terakhir dari 14 cerpen plus 5 bonus cerpen berbahasa Inggris yang terdapat dalam buku ini. Cerpen ini  yang mengisahkan empat orang astronout yang terdampar di planet Merkurius yang sedang mengkerut. Keempat astornout itu harus bertahan hidup di tengah gelombang udara panas dimana tidak ada setetes airpun di sana yang tersisa.

 Ketigabelas cerita lainnya dalam buku ini menyajikan kisah-kisah yang tidak biasa, unik, bahkan beberapa cerpen endingnya dibuat menggantung  sehingga memberikan keleluasaan bagi kita untuk mengakhiri kisahnya sesuai dengan imajinasi kita. Atau ada pula kisah-kisah biasa yang menjadi luar biasa karena penyajiannya yang unik.

Seperti yang dikatakan penulisnya  secara umum  tema-tema yang diangkat dalam buku ini terkesan masukilin, tidak kompeks namun keras seperti tentang perang, kriminalitas, game komputer, kematian, keberanian, petualangan menjelajah rumah-rumah tua, hingga khayalan sensual pria saat jam kerja.

Khusus untuk tema perang, buku ini menyajikan dua cerpen bertema perang, yang saya rasa sangat baik dari segi penyajiannya maupun kedalaman makna yang bisa kita dapat. Yang pertama cerpen berjudul Kristallnacht (Malam Kristal) yang idenya diambil dari suatu peristiwa yang pernah terjadi dimana pada 1938 pengikut Nazi  melancarkan serangan besar-besaran terhadap kediaman, toko, rumah ibadah Yahudi di Jerman dan Austria selama dua hari. Pecahnya kaca-kaca rumah dan toko yang berserakan dan terkena cahaya bagaikan kristal itulah yang membuat malam itu dinamakam Kristallcacht/Malam Kristal

Cerpen Kristallnacht  ditulis dalam bentuk wawancara dari seorang yang di masa kecilnya pernah mengalami mengenai masa-masa teror yang dilakukan sebuah rezim terhadap ras tertentu. Walau cerpen ini tidak menyebutkan setting dan nama rezim yang berkuasa namun dengan mudah pembaca akan bisa menebak bahwa ini adalah teror rezim Nazi terhadap warga Yahudi.

Dalam cerpen ini penulis berhasil membuat pembacanya merasa 'tertekan' seolah ikut merasakan apa yang dialami tokoh yang diwawancarai dan bagaimana pada akhirnya walaupun telah mengalami kesengsaraan namun akhirnya si tokoh bedamai bisa dengan masa lalunya yang pahit.

Di kisah ini juga terungkap bagaimana anak-anak Yahudi harus diungsikan ke suatu tempat tanpa mereka ketahui bahwa mungkin saja itu perpisahan untuk selama-lamanya dengan kedua orang tuanya



�Saya takkan pernah lupa adegan di stasiun kereta tersebut. Para ibu tersenyum lebar seraya melepas anak-anaknya, berjanji untuk berjumpa lagi dalam waktu dekat. Ini hanya tipuan belaka, ternyata. Mereka tidak mau anak-anaknya tahu bahwa di stasiun itu mereka akan berpisah untuk selamanya. Mereka juga berpesan keras-keras: "Jangan nakal, jangan takut, jaga diri kalian baik-baik, kami mencintaimu" Selalu diulang dan diiringi kecupan bertubi-tubi" (hlm 24)


Sedangkan pada cerpen dies irae, dies illah  kita disuguhkan  situasi perang saudara di sebuah negeri dari sudut pandang seorang anak kecil yang tidak mengerti apa sesungguhnya arti perang itu.  Ketika si anak ditanya tentang ayahnya yang ikut berperang, terjadi dialog yang menarik, 

"Kata ibuku, ayahmu ikut gerombolan El Sadik"
Amzo mengangguk, "Bersama Tello."
"Aku kenal dia - bajingan kampung."
"Katanya dia pahlawan."
"Siapa bilang?"
Amzov menggeleng. "Aku cuman menguping pembicaraan orang."
Jangan mau diperdaya," tutur Dula. "Perang ini adalah perang ego, antara gubernur yang bekas preman dan preman yang mau jadi gubernur" 
(hlm 84)

Melalui cerpen ini kita juga akan disadarkan bahwa yang menjadi korban adalah rakyat biasa yang mungkin terlupakan dan hanya akan muncul sebagai angka statistik semata

"Dalam waktu singkat, dunia akan berkabung dan menyayangkan kepemimpinan seorang gubernur yang tak tanggung-tanggung menghajar warganya senidri demi mempertahankan kekuasaan. Dalam waktu singkat, orang-orang yang tak pernah angkat senjata akan berakhir di layar kaca sebagai statistik. Angka yang terus membengkak"  
(hlm 90)

Masih banyak cerpen-cerpen menarik dengan keragaman tema dalam buku ini,  pada cerpen Saksi Mata kita akan melihat sikap ketidakpedulian  masyarakat urban terhadap lingkungannya. Pada cerpen ini dikisahkan beberapa penghuni apartemen yang melihat sebuah kejadian pembunuhan namun pada akhirnya tidak ambil peduli ketika polisi hendak meminta keterangan mereka. Walau di cerpen ini tidak dikisahkan secara jelas bagaimana para saksi mata enggan untuk dimintai keterangan namun dengan cerdas penulis menuliskan sebuah adegan yang menyiratkan keengganan mereka.

Lalu ada pula cerpen  sederhana berjudul Jam Kerja  tentang pikiran sang tokoh yang megembara kemana-mana saat seorang wanita menyampaikam sebuah presentasi di kantornya. Kisah yang menyadarkan kita semua bahwa ketika kita hidup dalam rutinitas pekerjaan yang itu -itu saja maka pikiranlah yang akan membawa kita keluar dari perangkap rutinitas yang membosankan itu.

Masih ada beberapa cerpen-cerpen yang menarik yang sengaja tidak saya bahas dalam review ini, biarlah sisanya saya serahkan pada calon pembaca buku untuk menikmati keunikan atau keabsurdan cerpen-cerpen lainnya. Selain 14 cerpen yang tersaji dalam buku ini, penulis juga memberikan bonus berupa 5 cerpen dalam bahasa Inggris dan halaman extra berupa penjelasan dari penulisnya tentang proses kreatif dan latar dari beberapa kisah yang ada di buku ini. Sebuah booknote unik juga diberikan secara gratis kepada mereka yang membeli buku ini.



Seberapa absurd-kah kisah-kisah dalam buku ini? Setelah membaca ke-14 cerpennya, saya koq merasa tidak semua cerpen dalam buku ini bisa dikatakan kisah absurd seperti definisi absurd yang terdapat di lembar pertama buku ini.


absurd = tidak masuk akal, bodoh, konyol, tidak layak 

Jika berdasarkan definisi tersebut saya berpendapat beberapa kisah dalam buku ini bukanlah kisah absurd antara lain pada kisah  Kristallnacht, dies irae, diel illa, Saksi Mata,  Ro-Kok, Jam Kerja, Suatu Saat Kita Ingat Hari ini.  Bagi saya  kisah-kisah tersebut kurang tepat dikatakan kisah absurd dalam artian tidak masuk akal, bodoh, konyol, tidak layak. Namun tepat bila absurd di sini ada dalam artian alur, karakter, ending yang menggantung, nama-nama tokoh yang tidak lazim, dan  lokasi setting cerita yang tidak teraba.

Terlepas dari definisi absurd dan apakah ini merupakan kumpulan kisah absurd atau bukan, saya bisa menikmati cerpen-cerpen dalam buku ini dan saya juga memberikan apresiasi setinggi-tingginya pada penulis karena telah memberikan warna baru bagi dunia cerpen tanah air karena Maggie menulis dengan caranya sendiri yang unik, orisinal, dan melompat jauh dari pakem cerita pendek di ranah fiksi Indonesia namun masih tetap bisa dinikmati walau beberapa cerpennya kadang membuat kening berkerut.

@htanzil

Thursday, 5 September 2013

Penghancuran Buku dari Masa ke Masa by Fernando Baez

[No. 316]
Judul : Penghancuran Buku dari Masa ke Masa
Penulis : Fernando Baez
Penerjemah : Lita Soerdjadinata
Penerbit : Margin Kiri
Cetakan : I, Juli 2013
Tebal : 373 hlm

Pakar Perbukuan asal Venezuela, Fernando Baez, tengah berada di Irak saat pasukan Amerika Serikat menggempur Bagdad pada Mei 2003. Di Universitas Bagdad ia melihat bagaimana salah satu pusat pendidikan di Timur Tengah itu hancur dan semua buku yang ada di perpustakaan universitas tersebut dibakar dan dijarah.  Ketika itu seorang mahasiswa sejarah menghampiri dan bertanya kepadanya, �Mengapa orang menghancurkan buku-buku?, bukankah Anda ahlinya?�

Tema penghancuran buku memang telah menjadi obsesinya pribadi Baez  yang ia wujudkan dalam obyek penelitiannya selama ini . Karenanya pertanyaan �Kenapa manusia membakar buku?� yang diajukan oleh mahasiswa itu memicu dirinya untuk menyelesaikan penelitannya dan membuat buku yang kelak akan diberi judul Historia universal de la destruccion de libros (2004) yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan kini bisa kita baca terjemahannya dengan judul Penghancuran Buku dari Masa ke Masa yang dikemas dalam sampul yang unik layaknya sebuah buku yang terbakar.

Dalam buku yang merupakan hasil penelitiannya selama 12 tahun ini Fernando Baez memaparkan sejarah penghancuran buku berdasarkan kronologi waktu yang dibagi dalam tiga bagian, mulai dari jaman Dunia Kuno, dari Byzantium hingga abad ke 19, dan dari abad ke 20 Hingga Sekarang.

Di bagian pertama penulis mengemukakan bahwa penghancuran buku dalam sejarah dimulai di Sumeria dimana di tempat itu pula buku muncul untuk pertama kalinya dalam peradaban manusia.  Berdasarkan temua arkeologis di tahun 1924 ada 100.000 buku  yang saat itu masih dalam bentuk tablet (lempengan yang dibuat dari tanah liat) telah hancur akibat perang yang terus berkecamuk di wilayah itu. Temuan ini mengandung paradoks ; penemuan buku-buku paling awal juga menandakan penghancurannya yang paling perdana.

Selanjutnya masih di bagian ini penulis mengungkap berbagai kejadian penghancuran buku di Mesir, Yunani, Israel, Cina, Romawi, beserta kisah berdiri dan runtuhnya perpustakaan Alexandria dan perpustakaan kuno lainnya. Semua mengungkap bagaimana buku dihancurkan  dengan berbagai cara. Yang mengejutkan adalah terungkapnya bahwa filsuf terkenal Plato juga pernah membakar buku

"Laersius yang mengenal baik kepustakaan Plato, menuduhnya sebagai bibliokas (istilah untuk para perusak buku) yang mencoba menghabisi risalah-risalah Demokritus, seorang penulis yang sama sekali tak hendak disitir oleh Plato. Untuk menegaskan kecenderungan henak membakar teks-teks tertentu ini, Laersius juga mengatakan bahwa Plato, semasa mudanya, seusai kontes di Teater Dionisisu, menemui Sokrates dan membakar puisi-pusisinya" 
(hlm 47)

Di bagian kedua, di era Byzantium hingga abad ke 19 terungkap bahwa era perang Salib tidak hanya menyebabkan korban jiwa yang besar melainkan turut hancurnya manuskrip dan buku-buku berharga.  Ini tidak hanya dilakukan oleh salah satu pihak saja, kedua pihak baik dari Pasukan Kristen maupun Islam secara berbalasan  menghancurkan perpustakaan dan buku-buku ketika mereka berhasil menaklukkan wilayah lawannya.

Pada 1108 pasukan Perang Salib menghancurkan Perpustakaan Zahiriya  di Damaskus, lebih dari 3 juta buku dimusnahkan. Juli 1109 di Tipoli pasukan Kristen membakar 100.000 volume dari Perpustakaan Islam yang terkenal

Pada 1453 saat Kontantinopel runtuh , selama tiga hari pasukan Turki menghancurkan patung-patung, gereja, dan buku. Buku-buku dibuang setelah terlebih dahulu permata yang ditempel di sampulnya dicongkel dan 120.000 manuskrip yang tidak sejalan dengan para pengikut Muhammad diikat dan dibuang ke laut.

Selain karena perang, penghancuran buku  juga dilakukan oleh otoritas gereja terutama untuk buku-buku yang dianggap sesat/bidah. Semua buku yang dianggap sesat dibakar di muka umum, bahkan tidak hanya buku, penulisnyapun kerap dibakar bersama dengan buku-bukunya yang ia tulis.

Khusus mengenai penghancuran buku yang dilakukan oleh otoritas gereja, penulis membahasnya dalam bagian tersendiri.  Inkuisisi  merupakan lembaga hukum keagamaan paling berkuasa yang pernah didirikian untuk menumpas perbedaan pemikiran di seluruh Eropa. Di masa ini sensor, penangkapan, penyiksaan,dan penghancuran terhadap buku yang dianggap bidah terjadi secara merajalela

Pada tahun 1559 saat pemerintahan Paus IV disusunlah daftar buku yang paling membahayakan iman yang diberi nama Index Librorum Prohibitorum atau Indeks Buku-buku Terlarang yang melarang buku-buku karya 550 penulis untuk memudahkan para Inkuisitor dalam menjalankan tugasnya.

"Para Insikuitor  sibuk menginspeksi pelabuhan, mencari buku-buku yang tertera dalam Index: Alkitab dalam bahasa lokal, novel-novel ksatria, serta karya-karya ilmiah dan politik.  Penerbit terus menerus diawasi, para pedagang tidak dapat berjualan buku sebelum stock mereka didaftar, dan perpustakaan-perpustakaan pribadi diperiksi secara cermat." (hlm 161)

Di bagian ketiga dari Abad ke 20 hingga sekarang, penulis membeberkan tentang Holocaust dan bibliocoust Nazi di Jerman,

Jika kita membaca bagian ini maka kita diajak melihat bahwa sesungguhnya Holocaust yang dilakukan Nazi Jerman terhadap jutaan orang Yahudi selama PD II  diawali oleh sebuah bibliocaust dimana jutaan buku secara sistematis dihancurkan  oleh Nazi  melalui sebuah ritual pembakaran buku yang diawali pengumpulan massa, menyanyikan himne, pidato, dan diakhiri pembakaran buku.

Apa yang dilakukan Nazi ini seolah mengaminkan pendapat Heinreich Heine dalam karyanya Almansor (1821) "Dimanapun mereka membakar buku, pada akhirnya mereka akan membakar manusia" Dan memang seperti itulah yang terjadi setelah buku-buku dibakar.

"Penghancuran buku sepanjang 1933 adalah awal dari pembantaian manusia pada tahun-tahun berikutnya. Gunungan buku-buku yang dilalap api mengilhami tungku-tungku krematorium kamp konsentrasi" (hlm 217) 

Selain tentang Nazi yang membakar buku di bagian ini juga kita akan menemui bagaimana buku dihancurkan dan disensor di Cina, Uni Soviet, Spanyol, Chile, Argentina, Bosnia  hingga penhancuran situs budaya dan penjarahan buku secara besar-besaran yang terjadi di Irak paska jatuhnya rezim Sadam Hussein.

Penghancuran situs-situs budaya dan buku di Irak kini mendapat sorotan dunia. Berdasakan laporan pustakawan Irak hampir satu juta buku lenyap dalam penjarahan dan pembakaran. Ironis karena di Irak lah   tempat buku pertama di dunia dilahirkan.  Bagaimana peran pemerintahan AS selaku negara yang mennginvasi Irak demi jatuhnya Sadam Hussein? Di sini pemerintah AS dianggap gagal melindungi situs-situs budaya dan buku-buku dari propaganda kebencian dan penjarahan dari rakyat Irak sendiri

"Irak adalah sebuah bangsa yang telah kehilangan sebagian besar ingatannya. Buku-bukunya kini menjadi abu, karya-karya budayanya dijual di pasar. Irak adalah korban pertama pemusnahan kebudayaan pada abad ke-21"  
(hlm 303). 




(Historia universal de la destruccion de libros, 2004)

Demikianlah buku ini merangkai sejarah penghancuran buku dari masa ke masa.dalam renang waktu 55 abad di seluruh dunia termasuk di Indonesia.  Walau Indonesia memiliki sejarah panjang juga tentang pemberangusan buku, namun dalam buku ini hanya disebutkan satu kasus saja yaitu yang terjadi di tahun 2007

"Atas alasan yang lebih politis, pada 2007 pihak berwenang di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan, Indonesia juga membakar lebih dari 30.000 buku ajar SMA di hadapan para siswa. Buku-buku itu tidak sejalan dengan sejarah versi pemerintah tentang  usaha kudeta tahun 1965 di Indonesia, yang selama puluhan tahun dikambinghitamkan pada orang-orang komunis" (hlm 242-243)

Membaca sejarah penghancuran buku lewat paparan Fernando Baez di buku ini kita akan melihat bahwa sejak buku pertama dibuat orang sudah menyadari pengaruh dahsyat dari buku.  Karenanya ketika sebuah negara merebut negara lain maka langkah selanjutnya setelah mendudukinya adalah memusnahkan ingatan dan budaya daerah kekuasaannya dengan cara membakar buku-buku yang ada.

Tidak hanya membakar buku, di buku ini kita akan menemukan metode lain penghancuran buku lainnya seperti membuang buku ke laut atau sungai,  dijadikan bahan bakar pemandian umum, dilemparkan  keluar jendela agar dipakai tuna wisma sebagai penghangat badan, dihapus tintanya untuk ditulis kembali menjadi buku baru, sebagai pembungkus mesiu atau mercon, hingga dijadikan sebagai alas kaki.

Selain oleh manusia buku ini juga membahas musuh alami buku yaitu iklim dan keasaam kertas pada buku yang mudah hancur karena iklim. Hal ini menjadi perhatian para pustakawan dunia, Millicent Abell dari Perpustakaan Yale memperkirakan sekitar 76 juta buku di seluruh Amerika Serikat tengan berubah menjadi debu dalam arti harafiahnya.

Selain karena iklim, serangga juga berperan dalam hancurnya buku, di buku ini penulis mendaftar berbagai jenis serangga penghancur buku antara lain semut tukang kayu, Componotus, serannga yang tergolong paling rakus dan mampu membuat "terowongan" antar buku yang dijajar di atas rak.

Di bagian paling akhir, buku ini juga menyertakan bab khusus Penchancuran Buku dalam Cerita Fiksi yang dimulai dari novel Don Quixote (1605) - Carventes, Time  Machine (1895) - H.G Well,  Fahrenheit 451 (1953) - Bradbury,  The Name of The Rose (1980) - Umberto Eco,  hingga novel Voices (2006)  karya Ursula K, Le Guin.

Akhir kata buku yang dipersiapkan selama lebih dari 12 tahun dengan riset yang mendalam yang terepresentasikan dengan begitu rincinya penulis memaparkan sejarah penghancuran buku yang bersumber lebih dari 550 buku yang dicatat dalam 30 lembar halaman dafar pustaka buku ini, maka buku ini layak dijadikan sumber referensi mengenai sejarah penghancuran buku di dunia, karena seperti yang ditulis Fernando Diaz dalam pendahuluannya,

"Selama 55 abad buku telah dimusnahkan, dan kita sama sekali tidak tahu apa sebabnya. Ada ratusan kajian mengenai asal mula buku dan perpustakaan, tapi tidak ada satupun sejarha mengenai penghancurannya. Tidakkah ini mengherankan?" 
(hlm 9)

Buku ini menjawab keheranan penulisnya sendiri karena hingga saat ini baru buku ini yang membahas sejarah penghancuran buku di dunia dengan lengkap. Sayangnya buku  ini tidak menyertakan daftar indeks sehingga pembaca akan mengalami kesulitan jika kita ingin mencari secara cepat sebuah nama, tempat, judul buku,dll  yang terkandung dalam buku ini.

Lalu apa yang bisa kita pelajari dari buku ini? Dari sejarah penghancuran buku selama 55 abad yang ditulis dalam buku ini kita akan melihat bahwa selalu ada usaha dari manusia untuk menghancurkan buku yang dianggap membahayakan atau tidak sesuai dengan keyakinannya. Muhidin M Dahlan (Gus Muh) dalam resensinya  mengatakan bahwa dalam DNA setiap manusia sebetulnya mengalir darah seorang penjagal buku.

Jadi bagaimana kita menyelamatkan isi buku dari para penjagalnya? Hanya ada satu cara yaitu dengan membacanya!  Fisik buku bisa dihancurkan, tapi isi buku yang terekam dalam ingatan sulit untuk dihapus selama manusia masih dalam keadaan hidup.

Sebagai penutup, berikut adalah surat Helen Keller, penulis tuna-netra  kepada Mahasiswa Jerman yang membakar buku-bukunya di era Nazi.

"Kalian bisa saja membakar buku-buku saya, dan buku-buku yang ditulis dari pemikir terbaik di Eropa, tapi pemikiran yang dimuat dalam buku-buku itu telah melewati  ribuan saluran dan akan terus mengalir" 
(hlm 223)

@htanzil

Tags