Latest News

Sunday, 22 June 2014

Blog Design: Kumpulan Tips Trik Desain Blog

desain blog

Blog Design: Kumpulan Tips Trik Desain Blog 


BLOG DESIGN berkaitan dengan berbagai bentuk tips trik, hacks serta scipts/codes; baik HTML, CSS, dan Javascript serta beberapa Widgets eksternal lainnya. Desain blog merupakan salah satu inti blogging yg berhubungan dengan bagaimana membuat tampilan blog lebih personal, unik, professional dan sesuai dengan yg diharapkan oleh seorang Blogger. Oleh karena itu, blog design pada akhirnya harus berhubungan dengan pembelajaran coding yg mau tidak mau dan secara lambat ataupun cepat harus dikuasai oleh sang blogger. Kategori serta artikel kumpulan posting blog design ini ditujukan untuk memudahkan sobat Blogger semua dalam mencari posting desain blog yg diinginkan serta dapat menjadi alternatif & pendukung navigasi blog yg lain.
  1. 10 Situs Download Gambar Gratis Buat Blog/Web & Desain
  2. 3 Template Blogger dengan Desain Unik & Canggih
  3. 3 Widget Animated Twitter Follow untuk Blogger/Blogspot, Keren!
  4. 5 Dynamic View: Fitur Terbaru Blogger/Blogspot dan Cara Mengaktifkannya
  5. 5 Situs Terbaik untuk Belajar HTML & CSS Bagi Blogger Pemula - New !!
  6. Blog Design: Kumpulan Tips Trik Desain Blog Buka-Rahasia.Blogspot.Com
  7. Blogger HTML Editor Baru: Edit Template Kini Jauh Lebih Mudah!
  8. Cara -Trik CSS: Membuat Scroll Text Area di Blog/Website dan Style-nya
  9. Cara Buat/Pasang Fitur Emoticon/Smiley di Comment Blogger
  10. Cara Hapus Google Search Image Frame (Frame Breaker)
  11. Cara Membuat & Memasang Disqus Comment di Blogger
  12. Cara Membuat & Memasang Tanda Tangan di Blog
  13. Cara Membuat Auto Read more (Thumbnails) Blogspot V2
  14. Cara Membuat Daftar Isi (Sitemap) di Blogger/Blogspot
  15. Cara Membuat Efek Bayangan Pada Gambar (CSS3 Box Shadow)
  16. Cara Membuat Efek Transparan Pada Gambar Blog (CSS Image Opacity)
  17. Cara Membuat Facebook Comment Box & Like Box Responsif
  18. Cara Membuat Fitur Reply Comment (Balas Komentar) di Blogger
  19. Cara Membuat Fitur/Tombol Back To Top di Blogger-Blogspot
  20. Cara Membuat Kotak Permalink di Bawah Posting Blog
  21. Cara Membuat Kotak Space Banner Iklan Di Blog (Updated)
  22. Cara Membuat List HTML & Menu Sederhana (Basic of Unordered List)
  23. Cara Membuat Menu Horizontal Tabs Sederhana di Blogger
  24. Cara Membuat Menu/Navigasi Breadcrumbs di Blogger/Blogspot
  25. Cara Membuat Recent Posts Blogger (Auto Scroll & Thumbnails)
  26. Cara Membuat Related Post LinkWithin (Thumbnails) dan Trik Lengkapnya
  27. Cara Membuat Screensaver (Energy Saving Mode) Blog/Website
  28. Cara Membuat Super Vertical CSS Menu Blogger/Blogspot
  29. Cara Membuat Tabel HTML via MS Word & Memindahkan ke Posting Blog - New !!
  30. Cara Membuat Widget Twitter Follow Us Melayang di Blogger/Blogspot
  31. Cara Membuat/Memasang Favicon & Animated Favicon di Blog
  32. Cara Membuat/Memasang Tombol Google +1 di Blogger/Blogspot
  33. Cara Memodifikasi Tampilan Link di Blogger/Blogspot
  34. Cara Menambahkan Icon/Gambar di Depan Judul Posting Blogger
  35. Cara Menampilkan Judul Posting Saja Pada Label dan Arsip Blog
  36. Cara Menampilkan Widget Hanya di Homepage/Halaman Posting
  37. Cara Mencari Kode Tertentu di Edit HTML (Template) Blogger
  38. Cara Mengganti "Post a Comment" Blogger Dengan Teks Lain/Gambar
  39. Cara Mengganti Older/Newer Post-Home Blogger dengan Teks/Gambar Icon
  40. Cara Menggunakan/Memasang Custom Font di Blogger
  41. Cara Menghilangkan Underline (Garis Bawah) Link di Blogspot
  42. Cara Mengubah Dynamic View Menjadi Halaman Utama Blogspot
  43. Cara Mengubah Warna Teks Comment di Blogger/Blogspot
  44. Cara Mengubah/Memasang Gambar Background Header di Blogger/Blogspot
  45. Cara Mengubah/Mengganti Jenis Font di Blog Blogger (CSS Styling)
  46. Cara Menyembunyikan Pesan Status di Halaman Label/Search Blogger
  47. Cara Menyembunyikan Sidebar di Halaman Blogger
  48. Cara Modifikasi Tampilan Header Sidebar Blogger
  49. Cara Mudah Membuat Logo Blog Keren! (6 Online Text Logo Generators)
  50. Cara Mudah Membuat Tabel/Table HTML di Posting Blog/Website
  51. Cara Pasang Widget Sharing Is Caring/Sexy di Blogger
  52. Download Gambar Header Blog Gratis Berkualitas Tinggi
  53. Fitur Baru: Blogger Custom Favicon dan Cara Membuat-nya
  54. Letakkan Judul Posting di Depan Nama Blog untuk SEO
  55. Mau Ganti Template Blog? Perhatikan Ulasan dan Tips ini Dulu!
  56. Memberi Warna Berbeda pada Link yang Dikunjungi/Di-klik (Visited Link)
  57. Membuat Tampilan Iklan Google Adsense Responsif (CSS Media Queries)
  58. Membuat Textarea 3D Cantik di Blogger/Blogspot: (Light-Yellow)
  59. Membuat Warna Berbeda Pada Text Selection (Bagian Teks yang di-Blok)
  60. Memperindah Kotak Comment Blogger/Blogspot Dengan CSS
  61. Mengenal Elemen-elemen Wrapper CSS di Blogger/Blogspot
  62. Pasang Blogger Contact Form di Halaman Statis dan Kostumisasi Dasarnya - New !!
  63. Percepat Loading Blog dengan Optimalisasi/Kompres CSS
  64. Tampilan Baru Dashboard Blogger dan Cara Menggunakan-nya
  65. Tips Mengedit Template HTML Blogger/Blogspot: Mudah dan Aman

Sunday, 18 May 2014

The Ahok Way by Piter Randan Bua


































The Ahok Way by Piter Randan Bua

[No. 333]
Judul : The Ahok Way - Hidup adalah Kebenaran Mati adalah Keuntungan
Penulis : Piter Randan Bua
Penerbit : Inspiro
Cetakan : I, 2014
Tebal : 184 hlm
ISBN : 978-602-1315-07-01

Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa dengan Ahok, orang nomor dua (Wagub) di Provinsi DKI Jakarta kini sedang banyak dibicarakan orang. Gaya kepemimpinan dan sikapnya  yang pro rakyat, berani melawan arus, anti korupsi, dan sangat perduli pada rakyat jelata ini membuat  namanya sering muncul di media cetak dan elektronik dan ia juga dikenal sebagai pejabat dan politisi yang diharapkan dapat membawa perubahan di tengah kondisi bangsa yang carut marut akibat korupsi yang telah membudaya.

Apa yang dilakukan Ahok untuk menciptakan pemerintahan yang pro rakyat, bersih, bebas korpsi  tidaklah mudah, perlu idealisme dan keberanian. Jalan yang harus Ahok tempuh tidak mudah, penuh terjal dan berbatu namun  Ahok tak gentar karena baginya Hidup adalah kebenaran dan mati adalah keberuntungan. Lalu 'jalan' apa saja yang ditempuhnya selama ini?. Piter Randan Bua yang juga pernah menulis buku Berkaca pada Kepemimpinan Ahok - Sang Pemimpin yang Melayani, 2003  ini menjabarkan  6 jalan yang Ahok lalui yaitu :  Jalan Ahok dalam menegakkan kebenaran, pilihan politiknya, jalan mencegah korupsi dan menata birokrasi, jalan merajut keindonesiaan, jalan tentang kepemimpinan, jalan untuk bekerja bagi kepentingan rakyat.

Masing-masing jalan tersebut ditulis berdasarkan pengalaman-pengalaman Ahok baik pengalaman dari keluarganya, ketika menjadi anggota DPR, saat menjabat sebagai bupati Bangka Belitung,  hingga kini sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Dari pengalaman-pengalaman Ahok tersebut penulis mengolahnya menjadi tulisan-tulisan kontempelatif yang sehingga dengan membaca buku ini kita bisa melihat bagaimana buruknya negeri ini dan bagaimana Ahok berjuang tanpa gentar untuk memberbaiki ketidakadilan dan ketimpangan yang terjadi selama ia diberi kesempatan sebagai pejabat publik di negeri ini.

Dalam menegakkan kebenaran penulis mengungkapkan bagaimana Ahok memilih jalan lurus untuk menegakkan kebenaran dan konstitusi  ia  sadar bahwa ia harus melalui jalan yang terjal. Bagi Ahok jalan kebenaran yang terjal lebih baik dari pada jalan yang dianggap lurus tapi ujungnya menuju kematian (korupsi, menjual kebenaran dan keadilan, manipulasi, dll). Ahok tak mau menempuh jalan itu karena itu ia mengatakan, "Saya memilih taat pada konstitusi daripada konsituen, apapun resikonya".

Ahok sadar sesadar-sadarnya bahwa untuk berani hidup lurus dan benar di negeri ini berarti siap untuk mati. Tapi Ahok tidak takut mati. baginya mati karena menegakkan kebenaran dan memperjuangkan keadilan  adalah keuntungan.  Ia bahkan telah berpesan pada istrinya jika kelak nyawanya melayang karena apa yang diperjuangkannya


"Kalau saya sampai mati karena memperjuangkan kebenaran tolong saya dipulangkan dan dikuburkan di Belitung kalau mayat saya masih ditemukan, dan di atas batu nisan saya tulislah, "Hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan"  
(hlm 30)

Ahok tidak takut mati karena menurutnya semua orang pasti akan mengalaminya.

"Orang benar dan penipu sama-sama akan mati. Masalahnya orang mau memilih mati sebagai pembohong atau sebagai orang benar. Tapi saya tidak mau mati konyol sebagai pembohong. Karena itu saya akan berusaha untuk hidup dan berbuat dalam kebenaran."  
(hlm 29)

Pada bagian yang membahas Jalan Ahok tentang pilihan politiknya, penulis mengungkapkan apa yang mendorong ia terjuan ke dunia politik, bagaimana  sikap  Ahok akan SARA, politik uang, serta bagaimana ia menentang arus political voice, cara berpolitik yang hanya mementingkan menang dalam pemilu dengan cara apapun termasuk money politik. Dalam berpolitik, Ahok menempuh  Prophetical Voice yaitu  sikap politik yang menyuarakan suara 'kenabian'  yaitu membawa misi pembebasan. Membebaskan rakyat dari kebodohan dan penindasan serta mengayomi dan melindungi mereka yang tidak berdaya.

Dalam  mencegah korupsi dan menata birokrasi buku ini menjelaskan bagaimana  Ahok mencoba menjadi negarawan sejati, mencegah 'maling' jadi pejabat dengan cara memperbaiki sistem dan tatalaksana pemilu, bagaimana menghemat uang negara, dan bagaimana Ahok untuk melawan perilaku korup yaitu menjadikan dirinya sebagai pajabat.  Bisakah kaum minoritas seperti Ahok menjadi seorang pejabat? Bagi Ahok tidak ada istilah kaum mayoritas dan minoritas,


"Tidak ada kaum minoritas di bangsa ini dan tidak ada alasan seseorang menolak seseorang menjadi pemimpin karena agamanya di negara Pancasila, Indonesia tercinta. Bangsa ini seharusnya tak memiliki warga kelas dua, kelas tiga, dan seterusnya. Tak ada mayoritas ataupun minoritas. Siapapun berhak ikut membangun bangsa ini"
(hlm 96-97)

Menurut Ahok salah satu jalan yang paling efektif untuk melawan perilaku korup di negeri ini adalah menjadi pejabat,  menurutnya, "Jika pemimpinnya lurus maka orang yang dipimpinnya tak akan berani tidak lurus". Hal ini dibuktikannya ketika ia menjadi bupati di Belitung Timur dengan menerapkan sistem birokrasi yang bersih. Terbukti  birokrasi di wilayah yang dipimpinnya jadi wilayah bebas dari korupsi sehingga  mengantar dirinya menjadi salah satu dari 10 tokoh yang dianggap mampu mengubah Indonesia versi Majalah Tempo (ed. Desember 2006)
 
Dalam hal budaya korupsi dan politik uang  Ahok juga memulai dari bagaimana ia mendidik konstituennya sejak awal. Tidak seperti calon pejabat yang memberikan sejumlah uang atau kebutuhan pokok saat melakukan kampanye agar rakyat memilihnya. Ahok tidak memberikan apa pun kepada rakyatnya kecuali kartu nama dan nomor ponsel pribadinya. Cara ini ampuh karena kelak masyarakat memilihnya sebagai bupati Belitung Timur.


Masih banyak teladan lewat pengalaman Ahok yang bisa kita baca dalam buku ini seperti dalam hal merajut ke -Indonesiaan, tentang kepemimpinannya, dan bagaimana Ahok berkerja untuk kepentingan rakyat terlebih bagi orang-orang miskin, para petani, buruh, dan bagaimana pengalaman Ahok menegakkan HAM yang justru mendapat perlawanan dari institusi HAM sendiri. Semua itu terangkai dalam buku ini dengan baik sehingga membaca ke-6 jalan yang ditempuh Ahok ini  memberikan sebuah gambaran dari apa yang dialami Ahok sendiri beserta jalan terjal berbatu yaitu Indonesia  yang ia cintai.

Dengan membaca buku yini sosok Ahok terdeskripsikan sebagai seorang pemimpin yang membawa sebuah pengharapan. Sosok dan sepak terjang dalam memperjuangkan kepemimpinan yang bersih terlihat begitu luar biasa. Sayangnya buku ini tidak memberikan kegagalan atau kesalahan dari jalan yang ditempuh Ahok selama ini. Sebagai manusia biasa tentunya ia pernah gagal atau salah jalan, alangkah baiknya jika dalam buku ini juga dituliskan kegagalan atau kesalahan yang Ahok alami dan bagaimana ia menyikapinya sehingga pembaca tidak hanya melihat dari kebaikan Ahok saja melainkan juga dari kegagalan/kesalahan yang penah ia alami.

Terlepas dari hal itu sebagai sebuah buku tentang Ahok yang dikemas dalam lay out yang menarik plus puluhan foto-foto Ahok, dan ditulis secara kontempelatif ini ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Ada banyak quote-quote menarik yang bisa kita jadikan inspirasi untuk mengurai persoalan bangsa ini. Buku ini juga dengan jelas menampilkan dua sisi yang berbeda, satu sisi tentang kepemimpinan Ahok yang tegas, berani, jujur dan bersih, di sisi lain kebobrokan sistem birokrasi, sosial, dan politik Indonesia.

 Semoga dengan hadirnya buku ini akan menginsiprasi para pejabat, atau siapapun yang ingin mengubah negeri ini menjadi lebih baik lagi lsehingga kelak akan lahir pemimpin-pemimpin yang jujur, bersih, dan berani melawan ketidakadilan seperti yang diteladani Ahok lewat ke enam jalan yang ditempuhnya.

Selian itu tidak hanya bermanfaat bagi pembacanya, buku ini juga tentunya akan bermanfaat bagi Ahok sendiri, seperti kata penulisnya kehadiran buku ini juga akan menjadi kontrol bagi Ahok sekaligus akan menamparnya jika ia berpaling dari jalan kebenaran yang telah dipilihnya. Sanggupkah Ahok konsisten menempuh jalan itu? Waktu akan membuktikannya.

@htanzil

Daftar isi dari buku ini bisa dilihat di sini


Wednesday, 7 May 2014

Little Stories

[No.332]
Judul : Little Stories
Penulis : Rinrin Indrianie, Vera Mensana, Adeste Adipriyanti, Faye Yolody, Rieke Saraswati
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : 2014
Tebal : 255 hlm
ISBN : 978-602-03-0190-7

Di ranah perbukuan tanah air, buku kumpulan cerpen merupakan salah satu genre buku fiksi yang turut mewarnai perkembangan dunia sastra kita. Secara umum ada dua jenis buku kumcer, yang pertama adalah kumpulan cerpen yang ditulis oleh satu orang saja, dan yang kedua cerpen-cerpen yang ditulis oleh beberapa orang lalu lalu dibukukan menjadi sebuah buku antologi cerpen dimana biasanya masing-masing penulis menyumbang satu cerpen saja. Nah, berbeda dengan dua jenis buku kumpulan cerpen yang umum beredar di dunia buku kita buku  Little Stories menawarkan sebuah perbedaan yang memberikan pengalaman baru dalam membaca sebuah kumpulan cerpen.

Seluruh cerpen dari buku  Little Stories  ini berasal dari sebuah kursus menulis untuk mengapresiasi para pembaca situs Fiksi Lotus yang dikelola Maggie Tiojakin. Kursus tersebut dibuka untuk lima orang yang terpilih setelah Maggie menyeleksi ceita pendek dari masing-masing calon peserta sebagai syarat mengikuti kursuf intensif Lotus Creative. Dari puluhan pendaftar akhirnya terpilih  lima penulis wanita yang berhak mengikuti kursus yaitu Rinrin Indranie, Vera Mensana, Adeste Adipriyanti, Faye Yolody, Rieke Saraswati

Selama kursus intensif selama dua bulan kelima penulis dengan berbagai latar belakang ini diberi tugas latihan menulis empat buah cerita pendek dengan tema kuliner/makanan, tema demonstrasi, tema prompter (kalimat awal yang telah ditentutukan, dan satu cerita pendek dengan tema bebas. Dari apa yang ditulis oleh kelima penulis inilah lahir buku  dengan cover indah karya Staven Andersen  dengan judul Little Stories yang berisi 20 cerpen  yang dibagi  ke dalam empat bagian sesuai dengan tema-tema yang telah ditentukan. Inilah yang menjadi pembeda dengan buku-buku kumpulan cerpen lainnya. Di buku ini kita akan melihat bagaimana sebuah tema dikisahkan oleh masing-masing penulis sesuai dengan gaya, kekhasan dan interpretasi dari masing-masing penulis.

Dari tema kuliner cerpen favorit saya adalah Brongkos Mertua karya Adeste Apriyanti. Sebuah kisah sederhana tentang anak dan mertua dimana sang menantu mencoba membuat masakan brongkos untuk mertuanya. Di cerpen ini makanan tidak sekedar tempelan tapi menjadi sentral kisah lengkap dengan tahapan-tahapan membuat brongkos. Yang menarik ending dari kisah ini bersifat terbuka (open ending) sehingga ketika kita selesai membacanya kita diberi kesempatan untuk mengakhiri kisahnya sesuai dengan imajinasi kita.

Cerpen Suzie (Rieke Saraswati) yang juga merupakan cerpen terpendek dalam buku ini juga menarik karena walau pendek cerpen ini menghadirkan tokoh yang sangat kuat karakternya sebagai seorang ibu yang berusaha menggantikan posisi suaminya yang telah meninggal dunia sebagai koki andal ditengah keluarganya. 
 
Untuk tema demonstrasi ada dua cerpen yang mencuri perhatian saya yaitu cerpen Teror di Kaki Bukit (Adeste Apriyanti) dan  Aparat (Faye Yolody)  Cerpen  Teror di kaki bukit mengisahkan tentang eksekusi lahan yang akan dijadikan sebuah mega proyek. Uniknya lahan yang akan dieksekusi dan siapa yang melakukan perlawanan atas eksekusi itu bukanlah tanah biasa dan bukan pendemo biasa. Walau berupa kisah khalayan namun di akhir kisah kita diajak melihat sebuah kenyataan akan keserakahan manusia. Sedangkan cerpen Aparat menjadi menarik karena pembaca diajak melihat keseharian seorang aparat yang selalu dianggap arogan, dibenci dan jadi sasaran ejekan, pukulan, dorongan oleh para pendemo sebenarnya hanyalah seorang ayah yang begitu mencintai keluarganya.

Membaca cerpen-cerpen dengan Tema prompter (kalimat awal yang telah ditentukan) juga memberi keasyikan sendiri karena semua cerpen di bagian ini dimulai dengan kalimat awal yang sama yaitu "Aku lemparkan buku itu ke sungai yang mengalir deras" atau "Ezra menghunus pisau dapur ke arahku". Karena dua kalimat yang ditentukan itu terkesan muram maka seluruh cerpen di bagian inipun merupakan cerpen-cerpen yang suram namun  seperti cerpen  Serunya Membunuh Orang Gila (Faye Yoloday) dimana dikisahkan sang tokoh utama yang memiliki seorang adik pecandu narkoba yang depresi sehingga kerap mengancam dan  melukai kakaknya sendiri. Atau cerpen Sang Ilalang (Rinrin Andrienie) tentang kenangan persahabatan yang tertuang dalam sebuah buku harian.                                                    
              
Setelah tiga bagian dimana penulis diasah kreatifitasnya membuat cerpen yang telah ditentukan temanya, di bagian akhir buku ini barulah tiap penulis mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi kemahirannya membuat cerpen dengan leluasa tanpa dibatasi tema atau apapun.

Di bagian ini cerpen pilihan saya jatuh pada cerpen karya Vera Mensana, Berdua Saja. Cerpen  yang  menarik tentang seorang ayah yang mencoba mengutarakan maksudnya untuk menikah kembali kepada anak laki-lakinya yang masih kecil di sebuah kedai bakso.Sebuah kisah sederhana namun menyentuh tentang masa lalu keluarga mereka yang suram dan bagaimana sebuah harapan baru ditambatkan pada kehadiran mama baru bagi sang anak. Cerpen ini semakin menarik karena penulis mencoba memasukkan unsur budaya Tionghoa-betawi yang manyatu dengan kisahnya.

 Sebagai sebuah buku kumpulan cerpen yang dihasilkan dari sebuah workshop menulis saya rasa semua cerpen dalam buku ini tidak bisa dianggap remeh. Walau ini adalah karya pertama mereka yang berhasil diterbitkan namun  karya-karya mereka sangat baik dan patut diperhitungkan sebagai penulis masa depan dalam ranah kepenulisan fiksi Indonesia. Saya sependapat dengan sebuah komentar tentang buku ini di sebuah media yang mengatakan bahwa;

"Membaca cerita-cerita di buku ini membersitkan harapan baru akan lahirnya penulis-penulis muda perempuan potensial dengan ide-ide yang segar dan membawa suara mereka masing-masing."

@htanzil

Monday, 28 April 2014

Perempuan itu Bernama Arjuna by Remy Sylado

[No.331]
Judul : Perempuan itu Bernama Arjuna
Penulis : Remy Sylado
Penerbit : Nuansa  Cendekia
Cetakan : I, Nov 2013
Tebal : 276 hlm
ISBN : 978-602-8395-80-9


Nama Arjuna identik dengan nama seorang pria karena asal mula nama Arjuna berasal dari salah seorang ksatria Pandawa dalam kisah Mahabarata  yang memiliki paras rupawan dan berhati lemah lembut. Karenanya sangatlah tidak lazim jika ada seorang wanita yang bernama Arjuna, namun ketidaklaziman itulah yang ditawarkan oleh Remy Sylado dalam novel filsafatnya yang berjudul "Perempuan itu Bernama Arjuna". Alih-alih menokohkan seorang pria tampan berhati lembut, dalam novelnya ini Arjuna adalah nama dari seorang gadis berusia 25 tahun dengan wajah yang tidak cantik.

"Saya Arjuna, Serius, ini nama perempuan, nama saya. Muasalnya, ini kekeliruan kakek dari pihak ibu, orang Jawa asli Semarang, yang mengharapkan saya lahir sebagai anak laki, dan untuk itu kepalang di usia 7 bulan dalam rahim Ibu, dibuat upacara khusus dengan bubur merah putih bagi Arjuna disertai baca-baca Weda Mantra, pusaka pustaka warisan Sunan Kalijaga dari masa awal syiar Islam di tanah Jawa. Jadi apa boleh buat, nama Arjuna adalah anugrah yang harus saya pakai sampai mati" (hlm 5)

Walau tidak cantik, namun Arjuna dalam novel ini digambarkan sebagai sosok perempuan pintar  yang begitu percaya diri 

 "Saya tidak pernah merasa rendah diri atas keadaan tidak cantik dalam takdir saya ini. Dengan bahasa sederhana, ditambah perilaku optimis, saya ingin bilang, perempuan menjadi seratus persen wanita, semata-mata karena perempuan memiliki yoni, kiasan ajaib yang biasa membuat lakilaki mata ke ranjang. Itu rahasianya" (hlm.6 )

Dikisahkan Arjuna yang terlahir dari ibu berdarah Jawa dan ayah seorang Tionghoa ini adalah seorang mahasiswi yang sedang kuliah filsafat Barat di Amsterdam, Belanda. Ketika Arjuna mempelajari filsafat Decrates yang berselisih pandang tentang eksistensi Tuhan hal ini membuatnya tertarik untuk mengambil jurusan teologi apologetik. Sebuah pilihan yang 'aneh' karena Arjuna adalah seorang muslim, keanehan ini terungkap dalam dialognya dengan dosennya :

"Kenapa tertarik belajar apologetik? Apologetik itu pertanggungjawaban iman Kristen atas serangan filsafat yang dibilang sekular. Bidang itu lebih banyak digeluti pihak Protestan.." (hlm. 84)

"Ya, profesor, saya tahu," kata saya. "Saya cuman  mau belajar ilmunya as sich. Menurut saya, sikap terhadap ilmu haruslah bebas, tidak diganggu oleh prasangka-prasangka rasial, tribal, etnis, dan religionitas"  (hlm 85)

Akhirnya Arjuna memang mengambil jurusan apologetik, dosennya adalah seorang Pastor Jesuit bernama Jean-Calude van Damme yang telah berusia 62 tahun. Ketertarikan pada apologetika ditambah gaya mengajar sang Pastor membuat Arjuna lambat laun jatuh cinta pada dosennya itu demikian pula dengan sang Pastor yang ternyata menaruh perhatian lebih pada Arjuna. Diskusi filsafat antara Arjuna dengan dosen dan teman-teman kuliahnya diselingi kisah laku asmara antara Arjuna dan sang pastor inilah yang mewarnai novel filsafat ini.

Novel ini mengulas lebih dari 150 sosok filsuf, mulai dari filsuf  Yunani kuno seperti Aristoteles,  Socrates, Plato, hingga filsuf modern seperti Nietze,  Sartre, Focault, dll beserta pemikiran-pemikirannya sehingga pembaca diajak melihat bagaimana kehidupan dan lahirnya metode pemikiran-pemikiran filsafat dari para filsuf tersebut. Dengan luasnya penulis mengurai para filsuf dan pemikirannya ini maka pantaslah kalau novel ini dilabeli penerbitnya sebagai "bukan bacaan ringan". Tidak melulu tokoh-tokoh filsuf di novel ini juga kita akan bertemu dengan tokoh-tokoh non filsuf mulai dari presiden, tokoh politik, sastrawan, seniman, artis/aktor, dll. Kesemua tokoh  (213 nama) baik filsuf dan non filsuf diberi catatan pelengkap di akhir halaman sehingga membantu pembaca memahami sipa tokoh yang dimaksud.

Karena novel ini mengisahkan Arjuna yang akhirnya memilih mengambil jurusan Apologetika maka bahasan apologetik menjadi bahasan utama dalam novel ini. Yang menarik di sini Arjuna mendapat pengajaran dari dua dosen yang berbeda pandangan, yang pertama dari Prof. Van Dame, seorang pastor Jesuit, dan kemudian dari Prof Craig Cox.

Jika Prof  Van Dame mengkaji apologetik terhadap serangan para filsuf  antiteisme (ateisme teoritis ) seperti Facoult, Derrida, Jean Paul Sartre, Nietzhe, dll, maka Prof. Craig Cox mengkaji apologetik dari serangan para filsuf agnokitisme (agnostis, orang yang tidak punya gnosis, atau pengetahuan tentang Allah)  yang dibahas secara cendekia oleh Auguste Comte, Herbert Spencer, Thoman Paine, dll. Jadi melalui novel ini pembaca mendapat gambaran yang utuh bagaimana apologetik dikaji dari dua sisi yang berbeda.

Walau sarat dengan dialog filsafat untungnya Remy Sylado menghadirkan dialog-dialog tersebut dengan kalimat-kalimat yang sederhana namun padat sehingga materi filsafat di novel ini menjadi lebih mudah dimengerti dibanding membaca buku literatur filsafat. Bagi pembaca yang 'melek' filsafat tentunya tidak sulit memahami novel ini, namun bagi mereka yang 'buta' filsafat saya rasa walau sudah disederhanakan oleh penulisnya namun tetap saja akan membuat pembaca mengerutkan kening atau mengalami kebosanan ketika membaca bagian dialog-dialog filsafat antara Arjuna dan dosen-dosennya yang bertebaran di novel ini.

Untungnya  penulis menyelipkan celetukan-celetukan humor khas Remy Sylado yang diwakili oleh tokoh Arjuna terkait gaya hidup seksualitas, dan pandangan-pandangannya  akan apa yang ia alami dan rasakan selama kuliah di Amsterdarm. Selain itu kisah bagiamana kisah cinta antara Prof. Van Dame dan Arjuna yang berbeda budaya, agama, dan rentang usia yang sangat lebar ( 40 tahunan) menjadi sebuah hal yang menarik dan penyegar saat suntuk membaca materi filsafat novel ini. 

Yang menarik, dengan piawa penulis mengaitkan perbedaan agama antara Arjuna dan Van Dame dengan kehidupan beragama di Indonesia terkait dengan diperolehnya anugerah World Statsman Award dari Appeal or Conscience Foundation kepada Presiden SBY pada 20 Mei 2013. Anugerah itu diberikan karena SBY dianggap mampu mempromosikan kebebasan beragama dan menjaga toleransi antarumat di Indonesia. Penghargaan ini menulai  kontroversi karena tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di Indonesia. Tidak hanya dari dalam negeri, penghargaan ini juga dipertanyakan oleh  Human Right Watch Asia karena SBY pada kenyataannya gagal meredam kekerasan terhadap kaum minoritas  penganut Ahmadiyah, kaum Syiah, dan 50 gereja yang ditutup paksa pada 2012.

Dalam menanggapi hal ini, pemikiran penulis yang diwakili oleh tokoh Prof Van Dame memberikan pendapatnya sebagai berikut :

"Di Indonesia keyakinan yang bersifat individual - dan harusnya memang begitu sebab keyakinan tentang keselamatan adalah keputusan individual - diperkosa oleh lambang-lambang statistik dari golongan mayoritas. Ini masalah serius HAM" (hlm 199)

Selain hal di atas masih banyak hal-hal yang menarik dalam novel yang sebagian besar berisi ceramah dan diskusi tentang filsafat  ini. Walau mungkin novel ini berpotensi menimbulkan kebosanan saat membacanya namun bagi pembaca yang tekun dan sabar untuk menyelesaikan novel ini hingga lembar terakhir maka niscaya akan menemukan nilai-nilai falsafah kehidupan, kesusasteraan, humor-humor satir, dan celotehan2 'nakal'dari Arjuna yang kadang terkesan vulgar yang  membuat kita terseyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Akhir kata, bagi mereka yang ingin mengetahui filsafat secara umum novel ini bisa menjadi sebuah pengantar atau  pintu masuk yang tepat untuk mempelajari filsafat lebih dalam lagi.  Sedangkan bagi mereka yang telah menggeluti filsafat secara mendalam novel ini akan mereview apa yang telah dipelajarinya sekaligus memberi pengalaman baru dalam membaca filsafat yang dikemas menjadi sebuah novel. Filsafat dalam fiksi!

@htanzil

Menurut Remy Sylado dlm twitternya, jilid 2 Perempuan Bernama Arjuna akan terbit pada Juli 2014

Thursday, 10 April 2014

Kepada Apakah by Afrizal Malna

[No. 330]
Judul : Kepada Apakah
Penulis : Afrizal Malna
Penerbit : Motion Publishing
Cetakan : I, Maret 2014
Tebal : 302 hlm

Tidak mudah memahami novel Kepada Apakah  karya Afrizal Malna, penyair senior berkepala plontos yang buku puisinya "Mesin Penghancur Dokumen" menerima anugerah Khatulistiwa Award 2013 untuk katergori puisi. Dari judul yang bernuansa filsafat "Kepada Apakah" dengan covernya yang unik berupa daun telinga yang tertusuk panah ini membuat calon pembacanya sulit untuk dapat mengira-ngira apa isi dari novel ini.

Novel ini dimulai dengan kalimat, "Apakah yang kamu pahami tentang apakah?", sebuah pertanyaan ujian yang diajukan oleh dosen Filsafat Etika kepada Ram, tokoh novel ini, seorang mahasiswa filsafat semester pertama.

"Sejak pertanyaan ujian tadi yang menguasai pikiranku, aku ingin memutuskan semua hubungan dengan apa pun. Aku ingin berada di luar semua ikatan yang telah menciptakan banyak kerumitan... Melepaskan ikatan sirkuit yang menyebalkan antara kehidupan dan kematian. Melepaskan ikatan antar kata-benda dengan kata-sifat." (hlm10)

Pertanyaan itu menguasai pikiran Ram sepanjang perjalanannya ke beberapa kota  mulai dari Bandung, Sukabumi, Surabaya, Malang hingga Ternate. Bagaimana Ram mencari jawaban dari pertanyaan dosennya dan apa saja yang dialami  dalam perjalanannya inilah yang dikisahkan dalam novel ini. Tak hanya apa yang dialaminya secara fisik namun novel ini juga mengisahkan ilusi dan halusinasi yang dialami Ram sepanjang perjalanannya.

Novel ini dibagi dalam dua bagian besar, dimana bagian pertamanya yang mendominasi novel ini mengisahkan tentang sosok Ram, perjalanannya dan kisah cintanya yang tidak biasa, sedangkan bagian berikutnya mengisahkan tentang Wulung, kekasih Ram yang sedang berada di Eropa. Bagian pertama yang merupakan kisah perjalanan Ram ini diambil dari kisah nyata penulisnya, jadi bisa dikatakan ini adalah novel perjalanan Afrizal Malna dan tentang pertemuannya dengan sejumlah orang dari satu tempat ke tempat lain sejak 2012. 

Karena berdasarkan pengalaman penulisnya maka dalam novel ini tampaknya penulis sengaja menampilkan nama-nama asli orang/sastrawan yang pernah ditemuinya, bahkan Afrizal Malna sendiri muncul sebagai cameo dalam novel ini. Selain itu, kegelisahan, pengalaman berteater, keikutsertaannya dalam  Pertemuan Penyair Nusantara VI di Ternate, pandangannya-pandangan kebudayaan, kritik sosial, pandangannya akan puisi kontemporer, serta imajinasi-imajinasinya sebagai seorang pernyair dll bertebaran dalam novel ini. Selain itu beberapa buku, karya sastra, naskah drama, teater, puisi, dan cerpen juga disinggung dalam novel ini. 

Mungkin sebenarnya ini sebuah novel yang menarik jika saya bisa menangkap apa maksud penulis dalam menulis novelnya ini, namun sayangnya saya gagal memahaminya kecuali beberapa tuturan penulis tentang buku, karya sastra, candi-candi peninggalan Majapahit , rumah peninggalan Wallace di Ternate, dan kritik-kritik sosialnya yang membuka wawasan saya akan hal-hal tersebut. Selebihnya saya gagal paham, hal ini mungkin karena keterbatasan wawasan saya dalam dalam memahami karya sastra beraroma filsafat ini. 

Banyaknya penulis memasukkan ilusi dan halusinasi Ram yang berkelindanan dalam kisah perjalanan sang tokoh juga membuat saya sulit memisahkan apakah ini imajinasi atau kejadian yang benar-benar dialami oleh sang tokoh. Singkat kata ini adalah novel  yang tidak bisa sepenuhnya saya mengerti

Awalnya saya hampir saja menyerah membaca novel ini, untungnya seorang kawan mengatakan pada saya kalau karya-karya Afrizal Malna itu memang bukan untuk dimengerti namun untuk dinikmati. Karenanya  alih-alih mencoba untuk memahaminya dan gagal saya pun mencoba menikmati novel ini. Dan benar, saya ternyata lebih bisa menikmati novel ini dibanding memaksakan diri untuk memahaminya. Saya nikmati perjalanan tokohnya beserta kisah cintanya yang tidak biasa, saya sesapi gaya ungkap penulis yang puitis, saya mencoba larut dalam imajinasi/halunisasi tokoh Ram yang liar dan tidak terduga seperti gerbong kereta yang banjir, atau bagaimana  ribuan binatang yang pernah dimakan Ram seperti ayam, sapi, kambing, dan babi bernyanyi dan menari-nari keluar dari kamar kosnya.

Demikianlah akhirnya, novel yang gagal saya pahami ini akhirnya berhasil saya nikmati dengan baik. Sungguh tidak mengira novel yang tadinya hendak saya sudahi sebelum saya selesai membacanya ini ternyata sebuah karya yang membawa saya pada pengalaman baru dalam membaca sebuah novel yang tidak biasa seperti ini.

@htanzil

 -------------------------------------------------------------------------------------------------------

Berikut  kutipan beberapa kritik sosial yang disampaikan penulisnya dalam novel ini yang menjadi kutipan favorit saya.


"Aku datang dari desa Bantul. Lahan tebuku sudah berubah menjadi galeri seni yang bisa menjual plastik seharga setengah milyar atas nama karya seni. Warga negara bernama seniman yang tidak malu kepada rakyat biasa, karena mereka tidak bayar pajak untuk benda plastik itu." 
(hlm 37)


"Gank motor adalah topeng paling cocok digunakan untuk milisi taik di kota ini (Bandung). Kota yang cukup sibuk dengan gaya hidup. Yang pernah berambisi menjadi Paris."
(hlm 75)

"Aku membayangkan sebuah kota tanpa iklan-iklan yang berteriak. Tanpa foto-foto tak dikenal, calon pemimpin kota yang memenuhi billboard-billboard pemilihan kepada daerah di jalan. Membayangkan sebuah kota yang memberikan ruang dan waktu kepada halaman lamanya yang menyimpan banyak cerita tentang dewi kesuburan, tentang manusia dan kancil..." 
(hlm 102)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Wednesday, 12 March 2014

Santo dan Sultan by Paul Moses

[No.329]
Judul : Santo dan Sultan - Kisah Tersembunyi Tentang Juru Damai Perang Salib
Penulis : Paul Moses
Penerjemah : Adi Toha
Penerbit :  Pustaka Alvabet
Cetakan : I, Desember 2013
Tebal : 440 hlm
ISBN : 978-602-9193-40-4

Perang Salib adalah salah satu perang antar umat beragama (Islam dan Kristen) yang paling besar yang pernah terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Perang Salib yang berlangsung selama dua abad (1095-1291)   ini pada hakekatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Perang ini dimulai pada 1095 ketika Paus Urbanus II  menyerukan Perang Salib guna merebut  Yerusalem yang dikuasai oleh pasukan Muslim. Pasukan Kristen berhasil merebut Yerusalem pada 1099,  tetapi mengalami pukulan telak ketika Sallahudin mengambil alih kota suci itu delapan puluh delapan tahun kemudian. Dalam dekade berikutnya, paus demi paus meluncurkan satu persatu upaya militer yang gagal untuk untuk merebut kembali Yerusalem.

Pada 1219. Di terngah kecamuk Perang Salib V berlangsung. Fransiskus, (yang kelak menjadi seorang Santo) dari Asisi menyeberangi garis pasukan Muslim untuk menemui Sultan Malik al-Kamil di kamp-nya di tepi Sungai Nil guna menawarkan perdamaian. Fransiskus yang pernah menjadi seorang tentara Perang Salib, tidak asing lagi dengan kekejaman manusia dalam peperangan, ia tahu betul akan penyiksaan dan mutilasi yang dilakukan kedua pasukan terhadap orang yang dicurigai sebagai mata-mata. Sadar akan segala resiko yang bakal dihadapinya ia dan rekan seperjalannnya Bruder Illuminatus tetap pergi menemui Sultan.

Sang Sultan berkenan menemui Fransiskus, tidak hanya menemuinya bahkan terjadi sebuah dialog damai antara Fransiskus, Sultan dan para pasukannya, sayangnya apa yang diinginkan Fransiskus tidak tewujud. Setelah pertemuan itu Perang Salib terus berkecamuk dengan hebatnya. Namun pertemuan sang Santo dan Sultan itu menciptakan sebuah hubungan yang baik antara sang Santo dan Sultan, keduanya saling  menghormati dan mengagumi. Pertemuan itu juga mendorong sebuah gagasan revolusioner bagi Fransiskus dan ordo Hina Dina yang dikembangkannya.

 
Francis and The Sultan (1901) karya Arnoldo Zoocchi 
di Gereja St Joseph, Kairo-Mesir

Sekembali dari pertemuan, Fransiskus menganjurkan pengikutnya agar hidup damai dengan umat Muslim jika memang ingin mengabarkan injil di dunia Arab. Sebuah anjuran yang sangat tidak populer karena di masa itu telah terbentuk sebuah paradigma bahwa untuk mengubah keyakinan suatu bangsa haruslah melalui peperangan.  Gagasan itu tidak mendapat restu dari Paus sehingga tidak heran kisah pertemuan dan gagasannya itu tidak bergema di kalangan Kristen pada masa itu.

Seiring berjalannya waktu, kisah pertemuan Sang Santo dan Sang Sultan lambat laun semakin menguap, informasi resmi dari sumber-sumber sejarahpun sangat sedikit yang menceritakan peristiwa tersebut hingga akhirnya Paul Moses mencoba menggali berbagai literatur sejarah guna mengungkap kembali perihal diplomasi damai antara Sang Santo dan Sang Sultan hingga akhirnya pada 2009 terbit sebuah buku berjudul Saint and the Sultan : The Crusades, Islam, and Francis of Assisi's Mission Peace ketika Perang Teluk yang oleh sebagian orang dianggap sebagai sebuah Perang Salib di abad modern ini sedang berkecamuk.

Dalam bukunya ini Paul Moses tidak hanya mengungkap kembali peristiwa bertemunya Sang Santo dan Sultan dan bagaimana dahsyatnya Perang Salib yang menelan banyak korban.  Lebih dari itu di buku ini kita bisa membaca kisah kehidupan dua tokoh itu. Dari Fransiskus kita bisa melihat bagaimana pertobatannya dari seorang tentara menjadi seorang biarawan yang menemukan makna dari kemiskinan, makna kehidupan sederhana dan keras dalam pengabdiannya kepada Yesus. Fransiskus kelak mendirikan ordo Hina Dina yang  pertahankan kemurnian ajarannya yang mengutamakan kesederhaaan secara ekstrim dan perdamaian dalam menjalankan misi ordonya.


Walau dikenal sebagai seorang biarawan yang taat dalam keimanannya, di buku ini juga terungkap bahwa Fransiskus memiliki sikap yang terbuka terhadap umat Muslim. Setelah kunjungannya ke perkemahan Sultan ia terkesan oleh kumandang azan dan bagaimana prajurit Muslim bergegas meninggalkan semua aktifitasnya untuk bersembahyang menghadap ke Mekah. Ia tidak sekedar mengaguminya namun ia juga ingin menghadirkan kesungguhan dan kepatuhan yang sama ke dalam dunia Kristen. "Jika semua orang di dunia ini membungkuk damai dalam doa, era perdamaian tidak jauh lagi", demikian ujar Fransiskus

Melalui  kehidupan Sultan Al-Kamil yang adalah keponakan dari Salahudin (Pahlawan Perang Salib di pihak tentara Muslim)  kita melihat bagaimana di masa remajanya, di saat Perang Salib III  al-Kamil dinobatkan sebagai ksatria di Acre oleh ksatria Perang Salib Richard si Hati Singa. Satu hal yang menarik adalah bagaimana Sultan al-Kamil juga sesungguhnya seorang raja yang mencintai perdamaian, selama Perang Salib V ia mengajukan beberapa kesepakatan damai guna mengakhiri Perang Salib. Buku ini juga mengungkap sosok Sultan al-Kamil yang oleh kalangan Kristen dianggap sebagai sultan yang bengis ternyata seorang Sultan yang murah hati. Di akhir Perang Salib V sebelum membebaskan tentara Kristen yang menjadi tawanan perangnya ia menjamu para tawanan yang hendak dibebaskannya dalam jamuan makan yang mewah dan melimpah.

Di bagian akhir buku ini, penulis juga mengungkapkan bagaimana kisah misi perdamaian dan biografi Fransiskus dikaburkan dari makna perdamaian demi melindungi mimpi-mimpi Perang Salib dari para Paus, contohnya pada 1266 The Mayor Legend of Saint Francis karya Bonaventura dinyatakan sebagai biografi resmi Fransiskus. Biografi sebelumnya yang ditulis oleh penulis lain dimusnahkan sehingga  hanya ada dua salinan dari riwayat kehidupan Fransiskus sebelum karya Bonaventura yang selamat hingga kini.

Walaupun kisahnya telah berubah dan dilupakan orang namun benih-benih perdamaian Fransiskus yang jatuh di tanah yang berbatu tetap bertunas. Gagasan Fransiskus agar umat Kristen untuk hidup damai dengan umat Muslim akhirnya terwujud secara resmi dalam Konsili Vatikan Kedua pada 1965 dengan dikeluarkannya Pernyataan tentang Hubungan Gereja dengan Agama-Agama Bukan Kristen atau Nostra Atete, Pada Zaman Kita yang menyatakan bahwa Gereja Katolik sangat menghargai umat Islam.

Paus Yohanes Paulus II kemudian memperkokoh hubungan ini. Selain dengan menyatakan penghargaan kepada agama-agama bukan Kristen dalam surat ensilik pertamanya, seperti Fransiskus, dia menciptakan tablo perdamaian; antara lain dengan mengunjungi tempat -tempat suci umat Islam di Yerusalem yang pernah diperebutkan oleh Tentara Salib, menetapkan hari Doa untuk Perdamaian Sedunia yang diadakan di Asisi, kota kelahiran Fransiscus pada 26 Oktober 1986, mengunjungi Masjid Agung Bani Umayah di Damaskus pada 2001, dll

 Doa untuk Perdamaian Sedunia di Asisi, 1986

Sebagai sebuah buku yang memunculkan kembali kisah yang kini hanya samar-samar terdengar mengenai misi perdamaian yang diupayakan Fransiskus saya rasa melalui buku ini Paul Moses dengan riset sejarahnya yang mendalam berhasil mengungkap informasi perihal diplomasi damai antara Sang Santo dan Sang Sultan serta peristiwa yang melatarinya dengan sangat rinci, kontekstual, berimbang (tidak memihak), dan informatif. Bagi mereka yang tertarik dengan Perang Salib, buku ini bisa menjadi salah satu sumber literatur yang baik. Dan yang lebih  penting buku ini tampaknya mampu menggugah kesadaran pembacanya akan arti penting sebuah dialog antara umat bergama demi perdamaian dunia

Yang sangat disayangkan dalam versi terjemahan buku ini yang dilengkapi dengan 38 halaman catatan kaki, keterangan singkat tokoh-tokoh utama, kronologi, daftar singkatan, dan ratusan daftar pustaka ini tidak dilengkapi dengan indeks. Entah mengapa penerbit Alvabet tidak menyertakan indeks seperti di buku aslinya. Untuk sebuah buku sejarah indeks sangatlah diperlukan untuk memudahkan pembacanya mencari tokoh, peristiwa, atau apapun yang terkait dalam bahasan buku ini.

Terlepas dari itu melalui kisah Santo Fransiskus  ini dari upaya perdamaian yang dilakukannya di masa lampau kita dapat belajar bahwa jalan menuju perdamaian bukan hanya dapat dilakukan oleh penjabat pemerintah yang memimpin atas nama kita . Fransiskus mengambil inisiatif sendiri dengan memberanikan diri mengupayakan suatu hubungan pribadi dengan sang sultan. Perang lebih mungkin terjadi jika suatu masyarakat berjarak dari masyarakat yang lain dan saling mengutuk. Perdamaian akan mendapat kesempatan jika kesenjangan antar-masyarakat tersebut dijembatani melalui hubungan pribadi.

@htanzil

http://klasikfanda.blogspot.com/2013/11/history-reading-challenge-2014-sail-to.html

Tuesday, 4 March 2014

Bank Saudara 1906-2006 : Seratus Tahun Perjalanan Bank Urang Sunda

[No. 328]
Judul : Bank Saudara 1906-2006 - Seratus Tahun Perjalanan Bank Urang Sunda
Penggagas : Arifin Paniogoro
Editor : Yani Panigoro, et al
Penulis : Ahmad Irfan, Budi Syahbudin, Gindo S. Yaza
Penerbit : Yayasan Yusuf Panigoro (YYP)
Cetakan : I, 228 hlm ; Hardcover


Mengenali jejak dan peristiwa dari sebuah kota di masa lampau tidak harus melalui buku-buku literatur yang secara khusus membahas sejarah kota, ada beberapa  buku atau literatur lain yang bisa dijadikan pelengkap seperti majalah-majalah lokal, buku biografi, memoar tokoh lokal atau nasional, buku/booklet peringatan ulang tahun insitusi/lembaga yang berdiri dan berkembang di kota tersebut, dll. Walau tidak membahas sejarah kota namun buku-buku tersebut biasanya memperkaya wawasan kita akan keadaan kota di suatu masa tertentu. Bahkan tidak jarang banyak hal-hal  menarik yang mungkin terlewatkan di buku-buku yang secara khusus membahas sejarah kota.  

Buku Peringatan 100 tahun Bank Saudara  ini adalah salah satu buku dimana kita tidak hanya membaca tentang sejarah berdirinya bank ini melainkan dapat juga tentang kota Bandung  karena bank ini berkaitan erat dengan para saudagar batik yang dulu berdagang di Pasar Baru Bandung yang kemudian mendirikan sebuah perhimpunan yang menjadi cikal bakal Bank Saudara yang hingga kini di usianya yang ke 107 tahun masih beroperasi dan merupakan bank swasta tertua di Indonesia.

Buku yang dicetak dengan kemasan hardcover yang menawan, dicetak dengan kertas mewah dan dilengkapi foto-foto klasik yang dilay-out dengan  baik ini merekam sejarah panjang berdirinya Bank Saudara yang pada 2006 yang lalu merayakan ulang tahunnya yang ke 100.

Buku ini diawali dengan kisah sepuluh orang saudagar batik Pasar Baru Bandung yang mendirikan sebuah perkumpulan simpan pinjam yang bernama Himpoenan Soedara (HS) pada 18 April 1906 dengan tujuan untuk saling membantu dalam membeli kain batik yang saat itu menjadi salah satu komoditas utama di Bandung. Mulanya pengukuhan HS tidak disertai ikatan hukum, kecuali perjanjian bermaterai di bawah tangan. Saat itu setiap orang diwajibkan. menyimpan uang sebanyak 10 gulden setiap bulan, yang tidak bisa diambil selama 5 tahun. Simpanan ini difungsikan untuk tambahan modal bagi usaha yang mereka rintis.

Pada tahun 1913 barulah perhimpunan ini memiliki asas legalitas dengan disahkannya sebagai badan hukum dengan nama Vereeniging Himpoenan Soedara. Setelah itu berangur-angsur secara sesuai dengan perkembangan zaman dan peraturan lembaga keuangan yang berlaku maka pada tahun 1974 Perkumpulan Himpunan Saudara bubar dan menjadi perseroan terbatas sehingga namanya menjadi PT Bank Tabungan Himpunan Saudara 1906. Pada1993 statusnya berubah lagi dari bank tabungan menjadi PT Bank Himpunan Saudara 1906 hingga akhirnya di tahun 2006 di usianya yang ke 100 bank ini merubah logo dan namanya menjadi Bank Saudara dan pada April 2006 Bank Saudara tercatat di Bursa Efek Jakarta sebagai perusahaan terbuka.

Buku ini juga menceritakan suka duka perjalanan Bank Saudara yang ternyata penuh dengan tantangan akibat kondisi perekonomian dan politik di Indonesia saat itu seperti krisis ekonomi dunia tahun 1929-1933, peristiwa Bandung Lautan Api pada 1946, tindakan moneter pemerintah yang dikenal dengan sebutan "Gunting Syarifudin", dll.

Bank ini pernah pula mengalami krisis likuiditas pada tahun 1987-1989 dimana saat itu sejumlah tokoh dan pengusaha Jawa Barat 'turun gunung' untuk menopang Bank yang disebut-sebut sebagai bank-nya Urang Sunda.  Secara bahu membahu mereka berusaha agar bank ini dapat memenuhi kewajiban menyetor Rp. 250 jt kepada Bank Indonesia. Dan di tahun 1990 Arifin Paniogoro (pengusaha) yang juga keturunan dari salah satu pengurus  Himpunan Saudara  ini menyelamatkan bank ini dengan suntikan modalnya sehingga semenjak itu Arifin Panigoro menjadi pemegang saham utamanya. Ketika badai krisis moneter terjadi Indonesia di tahun 1997-1998 bank ini nyaris dilikuidasi oleh Bank Indonesia sebelum akhirnya kembali Arifin Panigoro menyuntikkan dana segarnya  sehingga pada 1999 Bank ini terselamatkan karena telah  memenuhi rasio kecukupan modal sebesar 4% yang disyaratkan Bank Indonesia saat itu.

Seratus tahun bukanlah waktu yang singkat. Namun Bank Saudara tampaknya mencatat seluruh perjalanannya dengan rapih.  Dokumen akta pendirian, arsip, buku asli laporan keuangan, buku peringatan ulang tahun ke 30, 70, dan dokumentasi berupa foto-foto menjadi sumbangan yang sangat berharga bagi penyusunan buku ini sehingga foto-foto yang bersumber dari materi-materi tersebut ikut menghiasi buku ini.

Yang patut diacungi jempol penyusun buku ini berhasil merangkum semua data dan dokumen yang ada menjadi sebuah buku peringatan yang tidak sekedar menyajikan data semata melainkan mengisahkan perjalanan panjang bank ini secara  menarik dengan kalimat-kalimat yang mudah dipahami seperti layaknya sebuah memoar. Foto-foto masa lampau yang tajam dan ilustrasi dalam buku ini juga  membuat pembacanya betah membacanya sehingga buku ini memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi.

Walaupun merupakan buku peringatan Bank Saudara yang dicetak dan diedarkan secara terbatas namun bukan berarti buku ini hanya bermanfaat dibaca oleh nasabah, pemilik,  atau mereka yang memiliki keterkaitan dengan Bank Saudara.  Buku ini perlu dibaca oleh siapa saja karena melalui buku ini kita diajak menyaksikan perjalanan panjang yang dilakukan para pendiri dan penerus bank dalam mengelola dan mempertahankan banknya. Jatuh bangunnya kondisi moneter Indonesia dari masa ke masa yang terekam dalam buku ini juga membuat kita bisa memahami apa yang terjadi seiring dengan perjalanan Bank Saudara.  Pengalaman-pengalaman Bank Saudara dalam melintasi zaman dengan berbagai kesulitannya ini menjadi selalu relevan untuk disimak dan dipelajari, terutama ketika siklus kehidupan perekonomian bangsa kita ini belum juga meraih kemapanan

Selain itu seperti diungkap di awal tulisan ini  melalui buku ini terutama di bab-bab awalnya kita juga diajak melihat situasi kota Bandung dan perekonomiannya dimana Bank ini lahir dari perkumpulan simpan pinjam para Saudagar Pasar Baru Bandung, berkembang dan akhirnya bermetamorfosis  menjadi salah satu bank swasta modern tertua yang kini masih berdiri kokoh di Indonesia.

Jadi bagi mereka yang mencintai Bandung, pemerhati kota Bandung, kolektor buku-buku bertema Bandung, buku ini layak untuk dibaca dan dikoleksi sebagai pelengkap buku-buku referensi kota Bandung. Tidak mudah mencarinya karena buku ini terbit 8 tahun yang lampau dan tidak dijual di toko-toko buku umum melainkan hanya beredar secara terbatas. Happy hunting! :)

@htanzil

Monday, 24 February 2014

Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha

[No. 327]
Judul : Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha
Editor  : Ridwan Hutagalung 
Penerbit : Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI)
Cetakan : II, Februari 2014
Tebal : 152 hlm

Bagi sebagian orang nama Bosscha tidaklah asing terlebih bagi para pengamat dan pecinta dunia astronomi di Indonesia karena namanya dijadikan nama observatorium tertua di  Indonesia sekaligus yang terbesar di Asia Tenggara yaitu Observatorium Bosscha di Lembang - Bandung. Bagi masyarakat Bandung nama Bosscha lebih familiar lagi karena namanya diabadikan menjadi salah satu nama ruas jalan di Bandung.

Jadi siapakah Bosscha yang memiliki nama lengkap Karel Albert Rudolf Bosscha sehingga namanya dijadikan nama observatorium dan nama jalan di Bandung? Seperti yang menjadi judulnya, Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha melalui buku ini kita diajak lebih mengenal lebih dekat lagi siapa Bossca, apa yang telah dilakukannya dan sumbangsihnya bagi Indonesia sehingga  85 tahun setelah kematiannya berdirilah sebuah komunitas yang menamakan dirinya "Sahabat Bosscha" yang diketuai oleh Eka Budianta (budayawan/sastrawan/akitivis lingkungan) dimana komunitas ini bertekad untuk merawat, memelihara, dan meneruskan cita-cita Bossca.

Buku ini berisi  kumpulan tulisan dari para sahabat Bosscha yang terdiri berbagai profesi antara lain mahasiswa, astronom, wartawan, pecinta sejarah dan budaya, pemerhati kepariwisataan, budayawan, dll. Masing-masing menulis tentang Bosscha dari sudut pandang dan profesi mereka masing-masing sehingga melalui buku ini kita bisa melihat sosok dan kiprah Bosscha secara utuh

Lima belas tulisan dalam buku ini bisa dibagi menjadi dua bagian besar dimana di enam tulisan pertama setelah sambutan dari Ketua BPPI (Badan Pelestarian Pusaka Indonesia) dan Ketua Observatorium Bossca,  para sahabat Bossca menulis kehidupan serta sosok Bosscha beserta kiprahnya lengkap dengan beberapa peninggalannya yang masih ada hingga kini.  Sedangkan lima tulisan berikutnya berisi tentang komunitas Sahabat Bosscha yang baru saja terbentuk pada tanggal 17 Agustus 2013, yang bertepatan dengan peringatan HUT Kemerdekaan RI dan HUT Observatorium Bosscha yang ke 90.

Di tulisan-tulisan yang membahas Bosscha kita akan diajak menelusuri kehidupan latar  Bosscha yang lahir pada 15 Mei 1865 dari keluarga imuwan terpandang di Belanda. Sejak kecil Bosscha dikenal memiliki kemauan yang kuat, namun sayangnya ia gagal meraih gelar sarjana di Politeknik Belanda karena berselisih pendapat dengan dosen pembimbingnya saat menyelesaikan tugas akhir. Dalam kekecewaannya Bosscha  berlayar ke Hindia Belanda pada tahun 1887, saat itu usianya baru 22 tahun.

Di Hindia Belanda awalnya Bosscha membantu pamannya di perkebunan Sinagar Sukabumi, mengikuti kakaknya sebagai geolog ke Kalimantan, hingga akhirnya menetap dan mengelola perkebunan teh di Malabar. Perkebunan teh inilah yang membuat nama Bossca mulai dikenal. Dengan bibit teh dari daerah Assam, India yang ternyata sangat cocok ditanam di Malabar dan digunakannya  mesin-mesin pengolahan teh yang canggih dengan  3000 karyawan pribumi dan 12 staff Eropa maka hasil dari pekebunan tehnya ini menjadi salah satu penghasil teh  yang terbesar di dunia saat itu (1910). Keberhasilannya ini menempatkan Bosscha sebagai salah seorang pria terkaya di Bandung setelah Perang Dunia Pertama dan menjadi salah satu Raja Perkebunan Teh di Priangan (Thee Koning)

Kesuksesan Bossca dalam mengelola perkebunan tehnya tidak membuat ia lupa dan berpuas diri, keuntungan yang diperolehnya tidak ia gunakan  hanya untuk kepentingan pribadinya. Ia gunakan kekayaannya untuk ikut berperan dalam mendirikan berbagai, sarana pendidikan, kesehatan, ilmu pengetahuan, dll di Bandung antara lain Sekolah Teknik pertama di Indonesia yang kini dikenal dengan nama ITB, Observatorium Bossca, sekolah tuna rungu, sekolah bagi penderita buta, gedung Sositet Concordia (Gd.Merdeka-Bandung), dan masih banyak lainnya.

Sumbangan Bosscha yang mungkin paling besar dan monumental adalah Obesvatorium Bossca yang didirikan atas inisiatifnya pada tahun 1923 dimana Bosscha menjadi penyandang dana utamanya dengan membeli sebuah teropong tercanggih di masa itu. Sebagai bentuk penghargaan, nama Bosscha kemudian dijadikan sebagai nama peneropong bintang yang dibangunnya, Bossca Sterrenwacht,serta sebagai sebuah nama jalan di kawasan Bandung Utara

Bebragai sumbangsihnya ini membuat Bosscha menjadi salah satu tokoh Belanda yang disegani dan dihormati di Hindia Belanda baik di kalangan penduduk Eropa maupun pribumi . Bosscha juga dikenal sangat dekat dan memperhatikan kesejahteraan ribuan karyawannya. antara lain dengan mendirikan Vervoloog Malabar, sekolah gratis bagi kaum pribumi khususnya anak-anak karyawan dan buruh perkebunannya.

Dengan segala kebaikanya dan kiprahnya di berbagai bidang  maka  tak heran ketika Bosscha meninggal dalam pangkuan salah seorang karyawan pribuminya karena terserang tetanus pada tgl 28 November 1928 di usianya yang ke 63 , ada ribuan orang termasuk Bupati Bandung Wiranatakusumah V  mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhirnya di kompleks perkebunan tehnya di Gn. Malabar sehingga panjang iring-iringannya mencapai 2 km!. Kepergiannya ini tak lama setelah ia mendapatkan penghargaan sebagai Warga Utama Kota Bandung dari pemerintah kota saat itu.

 Makam KAR Bosscha di Kompleks Perkebunan Teh Malabar


Selain tulisan tentang riwayat hidup Bosscha ada pula tulisan yang secara khusus menguraikan hubungan pembangunan kota Bandung yang terkait dengan kegiatan Bosscha, kedermawanan Hati Bosscha, sejarah teh di Priangan dan Hindia Belanda dimana Bosscha menjadi salah satu pelaku sejarahnya, dan tenang Astronomi Urban yang mengemukakan bagaimana kini astronom-astronom pemula dapat mengamati angkasa lewat peralatan teleskop sederhana plus aplikasi android dan situs-situs internet yang kini memudahkan siapa saja yang berniat mengamati dan mempelajari dunia astronomi.

Setelah tulisan-tulisan yang berkaitan dengan Bosscha dan karyanya di 5 tulisan terakhir tersaji tulisan-tulisan yang merekam kegiatan-kegiatan serta sejarah terbentuknya komunitas Sahabat Bosscha yang bertujuan untuk melestarikan Observatorium Bosscha dan lingkungan sekitarnya sebagai cagar budaya Indonesia sekaligus menjadi juru bicara yang menyuarakan kampanye-kampanye untuk penyadaran publik agar Observatorium Bosscha bisa melaksanakan fungsinya dan masyarakat luas bisa memanfaatkannya bagi ilmu pengetahuan secara maksimal.

 Kunjungan Sahabat Bosscha ke makam K.A.R. Bosscha

Di bagian akhir sebelum Eka Budianta selaku ketua Sahabat Bossca menuliskan tentang Falsafah Persahabatan Bosscha,ada pula tulisan berjudul Sekilas Observatorium Bosscha yang memaparkan tentang latar belakang pendirian, pembiayaan, pembangunan, fasilitas, direktur/kepala Observatorium Bosscha dari masa ke masa serta kendala yang dihadapi Observatorium Bosscha di masa kini

Buku  ini juga dilengkapi dengan puluhan foto-foto masa lampau dan masa kini yang tersaji dengan kualitas yang baik sehingga pembaca dapat melihat dengan jelas peninggalan dan sumbangsih Bosscha bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan. Selain itu ada pula album  foto-foto kegiatan para Sahabat Bossca yang tidak kalah menariknya.

Secara keseluruhan buku kecil tentang Bosscha ini sangat menarik, yang mungkin agak disayangkan adalah terjadinya pengulangan kisah-kisah kehidupan Bosscha di beberapa tulisan yang merupakan masalah klasik dari sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan.

Dari segi penyajian data ada perbedaan data yang dikemukakan oleh masing-masing penulis, pertama mengenai panjang iring-iringan yang mengantar jenazah Bosscha ke tempat pemakamannya, di halaman 20  tercatat panjang iring-iringan adalah 5 km, sedangkan di halaman 43ditulis sepanjang 2 km.

Kedua, mengenai keadaan sekolah rakyat yang didirikan Bosscha pada tahun 1901 di perkebunan Malabar. Pada halaman 26 disebutkan bahwa bekas sekolah ini dibiarkan terbengkalai sejak terkena gempa Pangalengan beberapa tahun yang lalu, di halaman 48 disebutkan bahwa kini sekolah ini menjadi SD Negeri Malabar II, sedangkan di halaman 95 disebutkan bahwa sekolah tersebut kini digunakan oleh Sekolah Dasar Ciemas, Malabar. Mungkin ketiganya benar, dalam arti nama lain SD Malabar II adalah SD Ciemas yang kini keadaannya terbengkalai namun ada baiknya jika editor menyeragamkan penamaan dan keterangannya agar tidak terkesan adanya perbedaan.

Kemudian dalam hal sejarah Perkebunan Teh Malabar yang pernah dikelola Bosscha, dalam buku ini tidak diungkapkan bagaimana perkembangan pabrik teh ini sepeninggal Bosscha hingga kini dikelola oleh pemerintah lewat PTP XII. Informasi  ini tentunya perlu diketahui masyarakat agar perkebunan teh yang pernah berjaya di Hindia dan pasar teh dunia ini kini masih terus berproduksi.

Terlepas dari semua itu sebagai sebuah buku yang  mengenalkan masyarakat pada sosok dan peran K.A.R Bosscha  pada perkembangan kota Bandung serta sumbangsihnya pada dunia pendidikan dan ilmu pengatahuan buku ini dapat menjadi awalan atau pengantar yang sangat baik karena hingga kini belum ada sebuah bukupun yang secara khusus membahas tentang Bosscha dalam khazanah literatur Indonesia bahkan dunia karena menurut Ridwan Hutagalung (editor buku in) di negara asal-nya (Belanda) pun tidak ditemukan buku atau biografi Bosscha. Mengapa ya?

Buku ini juga tentunya sangat bermanfaat sebagai publikasi yang baik bagi komunitas Sahabat Bosscha, satu hal yang sangat positif karena dengan demikian visi dan misi Sahabat Bosscha yang walau baru berusia 6 bulan  telah beranggotakan sebanyak 200 orang ini akan tersebar luas.  Dengan demikian diharapkan akan semakin banyak orang tertarik bergabung dengan Sahabat Bosscha dalam upaya melestarikan salah satu peninggalan terbesar Bossca sebagai salah satu cagar budaya sekaligus peneropong bintang yang harus dilindungi dan terus dikembangkan bagi dunia astronomi dari generasi ke generasi.

@htanzil

###

Informasi Tambahan :

Kendala yang dihadapi Observatorium Bosscha kini :

Saat ini, kondisi di sekitar Observatorium Bosscha dianggap tidak layak untuk mengadakan pengamatan. Hal ini diakibatkan oleh perkembangan pemukiman di daerah Lembang dan kawasan Bandung Utara yang tumbuh laju pesat sehingga banyak daerah atau kawasan yang dahulunya rimbun ataupun berupa hutan-hutan kecil dan area pepohonan tertutup menjadi area pemukiman, vila ataupun daerah pertanian yang bersifat komersial besar-besaran.

Akibatnya banyak intensitas cahaya dari kawasan pemukiman yang menyebabkan terganggunya penelitian atau kegiatan peneropongan yang seharusnya membutuhkan intensitas cahaya lingkungan yang minimal.

Sementara itu, kurang tegasnya dinas-dinas terkait seperti pertanahan, agraria dan pemukiman dikatakan cukup memberikan andil dalam hal ini. Dengan demikian observatorium yang pernah dikatakan sebagai observatorium satu-satunya di kawasan khatulistiwa ini menjadi terancam keberadaannya.

Sumber : Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bossca / Wikipedia

Tags